Jakarta, Kompas - Kreativitas dan daya inovasi anak didik akan tumbuh jika guru dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan mengubah cara berpikir yang konvensional dan kaku. Anak harus diberi peluang dan kebebasan dalam lingkungan pembelajaran yang menyenangkan agar bisa mengeksplorasi seluruh potensi dirinya.
”Guru harus sabar memfasilitasi anak,” kata Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal seusai meresmikan program Magister Manajemen Entrepreneurship dan S-1 Manajemen Entrepreneurship di Universitas Tarumanagara, Jakarta, Sabtu (8/5).
Jika pada jenjang pendidikan usia dini dan sekolah dasar telah diketahui persis potensi anak, lanjut Fasli, barulah dibangun pengenalan pembelajaran kewirausahaan pada jenjang SMP dan SMA. ”Pada jenjang itu mulai diajari bagaimana mengenal potensi diri,” ujarnya.
Pendiri Universitas Ciputra Entrepreneurship Center, Ciputra, juga menekankan pentingnya pembelajaran kewirausahaan sejak dini dengan cara merangsang cara berpikir kreatif. ”Harus ada kurikulum di pendidikan usia dini dan dasar yang merangsang cara berpikir kreatif,” ujarnya.
Sampai saat ini kurikulum khusus kewirausahaan di jenjang SMP dan SMA belum ada. Namun, menurut Fasli, yang terpenting bukan kurikulum, melainkan cara berpikir guru yang harus diubah. Perlu konsistensi guru untuk memfasilitasi anak agar bisa berpikir ”di luar kotak”.
Menurut Ciputra, kewirausahaan tidak harus bergantung pada bakat. ”Setiap orang bisa wirausaha asal dilatih untuk melihat peluang yang tidak dilihat orang lain. Kewirausahaan bisa dipelajari,” ujarnya. (LUK)
Sumber: Kompas, Senin, 10 Mei 2010
No comments:
Post a Comment