-- Luki Aulia
HIPOTESIS persilangan antara manusia modern dan Neanderthal 50.000-80.000 tahun lalu akhirnya terbukti. Di dalam diri kita masing-masing saat ini terdapat 1-4 persen proporsi materi genetik Neanderthal. Artinya, kita termasuk keturunan spesies Neanderthal.
Begitulah kesimpulan hasil penelitian deoxyribonucleic acid (DNA) terbaru tim Svante Paabo dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, pertengahan Mei ini. Penemuan tersebut mengejutkan karena selama ini Neanderthal (Homo neanderthalensis) selalu dianggap spesies manusia yang berbeda dengan kita (Homo sapiens).
Padahal, sebenarnya jika dilihat dari bentuk fisik saja, kita memang mirip Neanderthal meski tidak sama persis. Budaya atau kebiasaannya pun mirip jika dilihat dari peralatan dari batu yang digunakan sehari-hari. Keahlian berburu di darat dan laut juga sama-sama dimiliki Neanderthal dan manusia modern awal. Barangkali, perilakunya saja yang berbeda. ”Neanderthal belum sepenuhnya punah. Mereka ada di dalam diri kita,” kata Paabo.
Sejauh ini, teori asal-usul manusia modern menyebutkan nenek moyang Homo sapiens berasal dari Afrika 200.000 tahun lalu. Kemudian, ada kelompok kecil Homo sapiens yang memilih migrasi ke segala penjuru dunia 50.000-60.000 tahun lalu. Pada kisaran tahun itu, terjadilah persilangan di sekitar Timur Tengah atau Afrika utara tak lama setelah manusia modern bermigrasi dari Afrika, bukan dari Eropa seperti dugaan awal.
”Yang mengejutkan adalah bukti adanya persilangan antara Neanderthal dan manusia modern pada masa lalu,” kata Chris Stringer, peneliti di Natural History Museum, Inggris.
Tim Paabo selama empat tahun meneliti dan membandingkan genom (kumpulan informasi genetik) masing-masing dari China, Perancis, Papua Niugini, Afrika selatan, dan Afrika barat dengan genom Neanderthal yang didapat dari fosil tulang tiga Neanderthal berbeda dengan yang ditemukan di Kroasia, Rusia, Jerman, dan Spanyol.
Hasilnya, 1-4 persen DNA dalam genom non-Afrika (Eropa, China, dan Papua Niugini) diperoleh dari Neanderthal. Namun, jejak Neanderthal sama sekali tak ditemukan pada genom Afrika. Meski ada jejak Neanderthal di diri kita, para peneliti tak yakin hal itu memengaruhi proses evolusi manusia.
Penemuan tim Paabo ini mengejutkan ilmuwan, tetapi tidak bagi Erik Trinkhaus yang sebelumnya mengemukakan hipotesis serupa tentang hubungan manusia modern dan Neanderthal melalui penelitian fosil kedua spesies itu. Bahkan, Trinkhaus dari Washington University yakin, sebenarnya ada lebih banyak DNA Neanderthal di dalam diri kita. ”Angka 1-4 persen itu hanya angka minimum,” ujarnya.
Hipotesis alternatif
Lalu, di mana posisi Homo sapiens dan Neanderthal dalam pohon keluarga manusia? Menurut para peneliti Neanderthal, tiba-tiba Homo sapiens menyimpang dari garis evolusi manusia sekitar 40.000 tahun lalu dan lebih banyak bermigrasi ke arah utara Mediterania, sementara manusia modern bergerak ke selatan Mediterania.
Sedikit berbeda dengan temuan tim Paabo, ahli paleontologi di Stanford, Richard Klein, mengemukakan alternatif dugaan. Persilangan manusia modern dan Neanderthal bukan terjadi 50.000-80.000 tahun lalu, tetapi jauh sebelumnya, kira-kira 120.000 tahun lalu di Levant (situs Skhul dan Qafzeh di Israel).
Manusia modern pada zaman itu keluar dari Afrika dan ada yang sampai ke Israel. Mereka lalu menghilang sekitar 80.000 tahun lalu dan tergantikan oleh Neanderthal. Tidak jelas, ketika itu ada interaksi dengan Neanderthal atau tidak.
Meski telah punah, keturunan manusia modern di Levant itu menyebar hingga ke Timur Tengah dan diduga membawa gen Neanderthal. ”Yang kita tahu, ada kelompok masyarakat di Arab yang hidup 50.000-100.000 tahun lalu, yang membuat peralatan dari batu mirip dengan yang dibuat masyarakat Skhul dan Qafzeh,” kata Stringer.
Bagi kalangan ilmuwan, penemuan tim Paabo ini justru makin membingungkan kronologi evolusi manusia. Tambah bingung lagi ketika membedakan manusia modern, Neanderthal, dan simpanse yang notabene juga nenek moyang kita. Untuk memberikan sedikit gambaran, tim Paabo juga membandingkan genom manusia modern dan Neanderthal dengan simpanse.
Dari temuan fosil yang ada, ”perpisahan” antara nenek moyang simpanse dan nenek moyang manusia modern serta Neanderthal terjadi 5 juta-6 juta tahun lalu. Selain bukti genom Neanderthal identik dengan manusia modern (99,7 persen), tim peneliti itu juga menemukan bukti bahwa ternyata genom Neanderthal dan manusia modern 99,8 persen identik dengan simpanse.
Temuan ini setidaknya menambah ”bumbu” perdebatan perbedaan manusia modern dan Neanderthal. Sejauh ini, menurut tim Paabo, ada beberapa perbedaan yang kentara di antara keduanya, yakni pertumbuhan otak, struktur tengkorak, metabolisme, jenis kulit, dan kemampuan sembuh dari luka.
Menurut antropolog John Hawks dari University of Wisconsin-Madison, daripada perdebatan berkutat di pohon keluarga manusia, lebih baik jika mulai diteliti faktor yang menyebabkan manusia modern bisa bertahan hingga kini dan tidak punah seperti Neanderthal.
”Apakah kita bisa bertahan karena fisik. Dari kondisi fisik, Neanderthal juga kuat. Mungkin kelebihan kita ada pada kemampuan kita bertahan dari penyakit. Ataukah karena keahlian berkomunikasi kita atau kebiasaan berkumpul? Apa pun jawabannya, ini penting karena bisa menjelaskan perubahan yang membedakan kita dengan Neanderthal,” kata Hawks.
Tim Paabo menduga, ada bagian gen Neanderthal dalam diri kita yang membantu pembentukan fungsi kognitif dan struktur tulang kita. Namun, itu masih dugaan. Paabo mengakui, masih banyak misteri yang belum terungkap. Hasil penelitian ini barulah langkah awal eksplorasi diri manusia.
”Saya tidak mau ikut campur dalam perdebatan apakah manusia modern dan Neanderthal itu spesies berbeda atau sama. Yang jelas, Neanderthal tidak jauh berbeda dari kita jika dilihat dari bukti genetik yang ada,” ujarnya. (dari berbagai sumber)
Sumber: Kompas, Sabtu, 15 Mei 2010
No comments:
Post a Comment