Wednesday, May 26, 2010

Peluncuran Buku: Renungan Seorang Patriot Indonesia Siauw Giok Tjhan

SIAUW Giok Tjhan tercatat di dalam sejarah sebagai tokoh politik nasional dan internasional yang sangat diperhitungan pada zaman perjuangan kemerdekaan dan awal kemerdekaan Republik Indonesia. Semasa hidupnya dia terus memperjuangkan penyelesaian masalah diskriminasi Tionghoa di Indonesia.

Siauw Tiong Djin (kiri) putra pejuang Siauw Giok saat peluncuran buku “Renungan Seorang Patriot Siauw Giok Tjhan” di Jakarta, pekan lalu. (Istimewa)

Dia memperjuangkan tercapainya kondisi yang memungkinkan komunitas Tionghoa mengintegrasikan dirinya ke dalam tubuh bangsa Indonesia secara wajar. Karena itu, ini pula yang membuat ia berhasil melahirkan sebuah organisasi terbesar di Indonesia Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia).

Siauw menginginkan tiga hal yang harus dicapai oleh etnis Tionghoa di Indonesia, yang dikenal dengan konsep integrasi. Pertama, komunitas Tionghoa menjadi suku bangsa Indonesia. Tidak ada diskriminasi, tidak ada lagi istilah Indonesia asli atau pribumi.

Kedua, negara Indonesia berlandaskan kewarganegaraan. Warga negara Tionghoa memiliki hak dan kewajiban yang sama. Ketiga, ciri-ciri etnis tidak dihapuskan, itu dasar dari Bhineka Tunggal Ika. Ciri-ciri etnis perlu dikembangkan untuk memperkaya karakter bangsa.

Konsep integrasi yang diperjuangkan oleh Siauw Giok Tjhan ini sangat identik dengan teori pluralisme atau multikulturalisme. Pemikiran Siauw yang wafat pada 1981 itu ditulis dalam buku setebal 536 halaman berjudul Renungan Seorang Patriot Indonesia Siauw Giok Tjhan yang diluncurkan akhir pekan lalu.

Dipenjara

Anak kandung Siauw Giok Tjhan, sekaligus editor buku, Siauw Tiong Djin, mengatakan, buku itu memaparkan riwayat perjuangan seorang peranakan Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Indonesia ikut dalam perjuangan kemerdekaan serta membangun Indonesia. “Menjabarkan pemikiran bagaimana bangsa Indonesia harus dibangun,” katanya.

Dalam perjuangannya tak jarang Siauw harus berhadapan dengan tirani penguasa. Bahkan, harus meringkuk di dalam penjara berkali-kali, serta organisasi yang dibesarkannya Baperki terpaksa harus dibubarkan.

Siauw yang lahir di Jawa Timur pada 23 Maret 1914 semasa hidupnya tercatat pernah berprofesi sebagai wartawan, pemimpin redaksi majalah, anggota DPR, pendiri sekaligus Ketua Badan Permusyawaratan Warga Negara Indonesia, tahanan politik selama 12 tahun, serta pelarian politik hingga akhirnya wafat di Belanda pada usia 67 tahun. [D-11]

Sumber: Suara Pembaruan, Rabu, 26 Mei 2010

No comments: