OLEH teman sejawat, Handrawan Nadesul (62) mendapat olok-olok sebagai dokter spesialis umum. Pasalnya, walau sudah menyandang gelar dokter selama 29 tahun, Handrawan tidak kunjung mengambil spesialis (apa pun) seperti dokter-dokter lain sehingga (hanya) menyandang dokter umum sejak dinyatakan lulus dari ujian negara di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 1981.
Meski hanya berstatus sebagai dokter umum, bapak dua anak yang beristrikan Belinda Christina, dosen di FK Unika Atma Jaya, Jakarta—tempat Handrawan berkuliah—ini punya kelebihan lain, yaitu mampu menulis buku tentang kesehatan. Sejak 1972, Handrawan telah menulis 77 judul buku, terbaru Cantik, Cerdas & Feminin, Kesehatan Perempuan Sepanjang Usia, terbitan Penerbit Buku Kompas (PBK).
Buku-buku tulisan Handrawan sebelumnya tak hanya naik cetak satu atau dua kali. Sekadar menunjuk sebagai contoh buku terbitan tahun 2007, berjudul Sehat Itu Murah (juga terbitan PBK) sudah naik cetak 11 kali. Sebuah angka yang sangat fantastis. Adapun Jurus Sehat Tanpa Ongkos, dicetak ulang empat kali.
Atas keproduktifannya menulis (di surat kabar, dengan jumlah tak lagi bisa dihitung) pada tahun 2000 Handrawan memperoleh Piagam Penghargaan dari Menteri Kesehatan sebagai Penulis Surat Kabar Peduli Kesehatan. Ia pun tanpa sungkan, mengaku: ”kini hidup dari tulisan” mengingat sejak lima tahun lalu ia pensiun dari Kanwil Depkes DKI Jakarta atau tak lagi berpraktik sebagai dokter. Selain menulis, Handrawan kini juga punya kesibukan sebagai pemberi materi seminar.
Dalam prakata buku Cantik, Cerdas & Feminin, disebutkan bahwa tidak gampang menjadi perempuan. Susah pula menjadi laki-laki. Masing-masing memikul beban jendernya sendiri. Namun, selalu masih saja ada kaum perempuan merasakan berbeda dalam melakoni hidup jendernya karena masih diperlakukan bukan sebagai kaum yang sama-sama kelas satu.
Dibagi ke dalam lima bab, Handrawan dalam buku terbarunya mengupas masalah yang berhubungan dengan soal kesehatan (khususnya) perempuan. Diawali dari ”Seks Kromosom” dan ditutup dengan ”Menjadi Perempuan Cerdas dan Perkasa”.
Perempuan dituntut perkasa karena sekiranya pilihannya menjadi superwomen berarti juga sudah harus siap berkorban, rela melayani, sudi kehilangan kepentingan pribadi, tetapi tidak pernah menerima saja tercuri hak-haknya oleh jender yang berbeda. Ibu rela berkorban, tidak pergi ke bioskop demi anak. Berkorban dan tulus tidak pergi ke salon, ikut acara kantor, demi suami. Tidak mengikuti hobi dan kegemaran hidupnya demi keluarga. Tidak juga sampai membiarkan kian luntur kodrat keperempuannya. Hendaklah masih tetap terasakan kefemininannya.
”Untuk itu, perempuan harus siap memikul kerasnya stressor yang menjadikan mereka mungkin tertekan, dirundung konflik, mengalami frustrasi, dan masih dihadang oleh krisis yang hampir pasti bakal dihadapi.” (hlm 294). (POM)
Sumber: Kompas, Rabu, 26 Mei 2010
No comments:
Post a Comment