Yogyakarta, Kompas - Citra dan reputasi museum Indonesia di mata masyarakat masih rendah. Masyarakat kurang percaya dan enggan berkunjung ke museum dan memanfaatkannya sebagai ruang publik. Dari 275 museum negeri ataupun swasta, hanya sekitar 20 persen yang layak dikunjungi.
”Museum-museum yang ada harus direvitalisasi karena kondisinya memprihatinkan,” ungkap Soeroso, Sekretaris Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, di sela-sela seminar Hari Museum Indonesia, Sabtu (22/5) di Yogyakarta.
Museum yang masuk kategori layak, ungkap Soeroso, juga belum maksimal. Pemerintah menargetkan peremajaan museum rampung pada 2014. ”Yang sudah direvitalisasi ada empat, akan kita tambah menjadi sepuluh. Tahun 2014 diharapkan semua museum yang layak kunjung sudah direvitalisasi,” ujarnya.
Soeroso mengungkapkan, sejak otonomi daerah berlaku, pengelolaan museum diserahkan pemerintah pusat ke daerah. Bangunan, koleksi, dana, sumber daya manusia menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi.
”Dari pemantauan kami, museum negeri yang ada di provinsi sangat memprihatinkan, ada yang berkembang, tetapi sebagian besar tidak ada kemajuan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan pemimpin daerah belum menetapkan museum sebagai salah satu prioritas. Di setiap provinsi ada satu museum negeri,” katanya.
Kondisi museum yang kurang dinamis membuat pembelajaran masyarakat tentang nilai-nilai luhur warisan sejarah dan budaya tak berjalan. ”Untuk mengajak masyarakat berkunjung ke museum perlu berbagai program, seperti Tahun Kunjung Museum, Gerakan Nasional Cinta Museum, dan revitalisasi museum,” ujarnya.
Karena museum tak berbenah, Tahun Kunjung Museum tidak memiliki greget. Kondisi ini diakui Intan Mardiana, Direktur Museum Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. ”Kami perlu gerakan bersama, serentak, dan terpadu untuk membangkitkan dinamika museum dan apresiasi masyarakat,” kata Intan.
Salah satu cara yang ditempuh adalah menentukan Hari Museum Indonesia. ”Dengan adanya hari museum, nanti gregetnya jelas. Kita memiliki momen yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan gerakan bersama bagi seluruh museum,” ujarnya.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, mengatakan, pengelola museum harus mengubah pola pikir. Pengelola harus aktif membuat berbagai kegiatan untuk menarik minat masyarakat. Museum harus dibuat lebih bersifat interaktif dan partisipatif. ”Kalau museum pasif, siapa yang mau datang dan mencintai museum,” katanya. (RWN)
Sumber: Kompas, Senin, 24 Mei 2010
No comments:
Post a Comment