Jakarta, Kompas - Soal Ujian Nasional 2010 dinilai kurang adil bagi siswa karena materi soal yang dibedakan dalam dua paket belum teruji kesetaraannya. Selain itu, soal-soal yang diujikan juga masih menimbulkan multitafsir sehingga pilihan jawaban masih bisa diperdebatkan.
Guru-guru di DKI Jakarta dan Kabupaten Sukabumi bersama ahli evaluasi pendidikan Dr Elin Driana, membahas soal-soal ujian nasional (UN) Bahasa Indonesia di Jakarta, Sabtu (15/5). Sejumlah masukan disa m paikan guru untuk perbaikan mutu UN.(TEGUH CANDRA)
Persoalan tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Evaluasi Soal Ujian Nasional Bahasa Indonesia Tingkat SMA/Sederajat 2009/2010” di kantor harian Kompas di Jakarta, Sabtu (15/5). Soal tersedia di internet.
Diskusi dihadiri ahli evaluasi dan penelitian pendidikan Elin Driana serta guru-guru mata pelajaran Bahasa Indonesia dari sejumlah SMA/SMK di DKI Jakarta, Sukabumi, dan sekitarnya.
Dumaria, guru SMAN 55 Jakarta, mengatakan, baru tahun ini soal UN muncul dalam dua paket yang berbeda. Pada tahun lalu, soal paket A dan B hanya nomor soal saja yang diacak.
Atik Siti Atikah, guru SMAN 96 Jakarta, mengatakan, ada beberapa soal UN Bahasa Indonesia yang menimbulkan banyak penafsiran. Guru Bahasa Indonesia juga mempunyai penafsiran dan jawaban berbeda untuk satu soal yang sama. Ironisnya, guru-guru tidak tahu kunci jawaban yang benar sehingga tidak tahu upaya perbaikan untuk ke depan.
Elin Driana mengatakan, soal pilihan ganda untuk tes yang melibatkan jumlah peserta besar memang tetap bisa dipakai untuk evaluasi yang obyektif. Pilihan ganda pun tidak hanya mengukur hafalan, tetapi bisa hingga ke pemahaman yang komprehensif.
”Tetapi, soalnya yang harus didesain dengan baik. Untuk pengecoh jangan ambigu atau tergantung cara pandang dan perspektif subyektif. Dalam satu soal harus jelas hendak mengukur kompetensi tertentu, jangan sampai mengukur faktor lain juga bisa masuk,” kata Elin.
Menurut Elin, dalam pilihan jawaban, pengecoh jangan sampai persis sama atau kentara sekali perbedaannya. Pengecoh harus logis, harus jelas salah, dan jangan bisa diperdebatkan lagi.
Namun, dari analisis sederhana soal UN Bahasa Indonesia kali ini ditemukan banyak soal dengan pilihan jawaban yang ambigu dan bias. Persoalan itu terlihat, baik di dalam pokok soal maupun pada pilihan-pilihan jawaban.
Demikian juga dengan soal yang dibedakan dalam paket A dan paket B dengan materi soal yang berbeda mesti diuji betul apakah bobotnya sama. ”Dalam evaluasi UN yang berdampak besar pada masa depan siswa, harus diperhatikan bobot soal, kesetaraan, dan keadilan,” kata Elin.
Adapun untuk harapan guru yang meminta supaya kunci jawaban UN resmi dibuka, Elin menilai itu bisa saja dilakukan. Semestinya, dalam pelaksanaan UN ada juga mekanisme appeal atau semacam ”naik banding”.
Guru bisa saja mempertanyakan terkait siswa yang selama ini dikenal berprestasi baik, tetapi jatuh saat UN. ”UN jangan sampai menggagalkan anak yang sebenarnya berhak lulus. Itu ibaratnya menghukum orang yang tak bersalah,” ujar Elin. (ELN)
Sumber: Kompas, Senin, 17 Mei 2010
No comments:
Post a Comment