Wednesday, May 12, 2010

Tak Ada Penghargaan bagi Penemu Situs

Nelayan Tak Punya Akses Melaporkan Temuan


Jakarta, Kompas - Penghargaan terhadap penemu situs atau benda berharga asal muatan kapal tenggelam hingga kini belum ada. Lemahnya penghargaan itu menjadi salah satu pemicu maraknya pencurian benda berharga asal muatan kapal tenggelam di sejumlah perairan Nusantara.

Kini bukan cuma benda berharga asal muatan kapal tenggelam (BMKT), melainkan pencurian terumbu karang juga marak terjadi di sekitar perairan Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. ”Pelakunya kapal-kapal asing,” kata Kepala Satuan Kerja Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Belitung Mulyadi di Belitung, Selasa (11/5).

Soal penghargaan terhadap penemu situs atau BMKT, Direktur Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Aji Sularso mengatakan, hingga kini belum ada mekanisme perlindungan dan kompensasi terhadap nelayan penemu BMKT. ”Padahal, sebagian informasi awal mengenai lokasi BMKT justru bersumber dari nelayan,” ujarnya.

Berdasarkan data Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT, sejak Januari 2009 sampai Maret 2010, terdapat 11 penerbitan dan rekomendasi survei dan pengangkatan BMKT di Indonesia.

Aji mengemukakan, pengajuan izin survei BMKT oleh perusahaan swasta kepada pemerintah umumnya mengandalkan informasi awal, baik dari catatan sejarah maupun informasi nelayan. ”Lokasi kapal karam peninggalan Belanda dan VOC umumnya terdokumentasikan cukup baik. Namun, lokasi kapal karam dari China umumnya sulit terlacak karena tidak ada dokumentasi yang jelas,” ujarnya.

Tidak melapor

Minimnya akses nelayan kepada pemerintah serta tidak adanya mekanisme kompensasi terhadap penemu BMKT menyebabkan nelayan cenderung tidak melaporkan hasil temuan indikasi BMKT kepada pemerintah. Sebaliknya, nelayan justru melaporkan kepada perusahaan yang gencar memburu BMKT dan memberikan iming-iming uang kepada nelayan.

Husein, pengumpul ikan di Kampung Melayu, Banten, mengungkapkan, nelayan yang menyetor ikan kepadanya kerap menjaring sejumlah barang di perairan Cirebon yang terindikasi BMKT. Akan tetapi, karena keterbatasan akses ke pemerintah, hasil temuan itu justru dilaporkan kepada perusahaan yang mengiming-imingi uang.

Laporan nelayan itu kemudian ditindaklanjuti perusahaan dengan melakukan pengecekan ke lokasi temuan. Namun, setelah ordinat lokasi teridentifikasi, tak jarang perusahaan melanggar janji kompensasi itu sehingga nelayan tidak mendapat apa-apa.

Ironisnya, nelayan justru sulit melaporkan hasil temuan itu ke pemerintah setempat. ”Saya dan nelayan pernah melaporkan hasil temuan kami yang diindikasi sebagai BMKT ke pemda, tetapi kami malah dituduh mencuri barang milik negara,” ujarnya.(LKT)

Sumber: Kompas, Rabu, 12 Mei 2010

No comments: