-- Bestian Nainggolan
TIDAK hanya di arena kongres, buku pun menjadi medium pertarungan di antara para kandidat ketua umum Partai Demokrat. Adakah gagasan ataupun temuan baru yang terungkap?
Partai Demokrat mulai kebanjiran buku. Jika sebelumnya pendiri partai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sangat produktif memublikasikan buku, kini menjelang kongres partai, giliran kader partai melakukan langkah serupa. Tidak aneh jika inilah kongres partai politik yang paling ramai dengan terbitan buku.
Menjelang kongres, setidaknya sudah empat buku yang dipublikasikan. Vence Rumangkang, salah seorang pendiri partai yang kini menjadi pimpinan Partai Barisan Nasional, Kamis (6/5), meluncurkan buku Sejarah dan Kemenangan Partai Demokrat. Berikutnya, Rabu (19/5), buku SBY Ruhnya Demokrat dimunculkan Freddy Numberi, anggota dewan pembina partai.
Menjadi makin marak dengan munculnya karya-karya kandidat yang bertarung dalam pemilihan ketua umum partai. Masih di hari yang sama, Rabu (19/5), Anas Urbaningrum meluncurkan buku Revolusi Sunyi; Mengapa Partai Demokrat dan SBY Menang Pemilu 2009?. Persaingan semakin lengkap setelah sehari kemudian, Kamis, Andi Mallarangeng meluncurkan bukunya, Merebut Masa Depan; Partai Demokrat sebagai Partai Modern, yang diumumkan dalam iklan surat kabar serta penyelenggaraan diskusi kolega intelektualnya.
Marzuki Alie pun tidak tersisihkan. Sekalipun belum berwujud buku, ia telah merampungkan karya ilmiah doktoralnya pada bidang marketing politik di University Utara Malaysia. Penelitian Marzuki menjawab fenomena kemunculan dan hilangnya parpol serta dukungan para pemilih dalam Pemilu 2004 dan 2009. ”Setelah rampung perbaikan, disertasi ini secepatnya akan dipublikasikan,” kata Marzuki.
Kaya data
Beragam buku yang diterbitkan tentu idealnya semakin memperkaya pemahaman masyarakat, khususnya pembaca, terhadap fenomena Partai Demokrat yang tergolong mencengangkan di negeri ini. Apalagi, buku-buku yang diterbitkan berupa karya ”orang dalam” yang sepantasnya kaya dengan informasi dari dapur partai. Persoalannya kini, dapatkah pembaca berharap semacam itu terhadap buku-buku yang hadir menjelang perhelatan suatu partai politik?
Anas Urbaningrum dalam Revolusi Sunyi mencoba mengurai alasan kemenangan Partai Demokrat dan SBY pada Pemilu 2009 dalam 374 halaman. Ia membagi pokok pikirannya dalam tiga babak. Dimulai dengan uraian mengenai perilaku pemilih dalam Pemilu 1999, 2004, maupun peluang pada Pemilu 2009. Selanjutnya, ia memaparkan kunci kemenangan partai dan SBY melalui ”revolusi sunyi” dan pada babakan akhir suatu refleksi kemenangan dipaparkan.
Buku ini tergolong kaya kompilasi data, dalam wujud hasil-hasil survei opini publik, pandangan para pakar yang terpublikasikan dalam puluhan media massa maupun referensi teori dari berbagai buku. Penulis yang tengah menempuh program doktoral ilmu politik di UGM ini juga menambahkan pengamatannya serta data pendukung yang terkait dengan kemenangan SBY di wilayah-wilayah yang justru dikategorikan sebagai daerah pesaing.
Hanya, tidak banyak terungkap data ataupun informasi internal partai yang mampu memaparkan beragam dinamika internal yang seharusnya menjadi kekuatan buku karya ”orang dalam”. Akibatnya, semua yang dipaparkan terkesan sempurna. Kemenangan Demokrat dan SBY, misalnya, hasil suatu strategi dan kerja keras, bukan lantaran dana kampanye karena program yang dijalankan menyentuh hati rakyat, tokoh yang kuat dan kader partai yang sangat andal, pemilih yang sudah rasional dan obyektif. Ketika pun bersinggungan dengan kasus-kasus kekinian, seperti Bank Century (hal 279-289), tidak didapat nilai tambah informasi dan cenderung tidak berbeda dengan yang tersampaikan di media selama ini.
Kaya gambar
Dalam buku setebal 112 halaman, Andi Mallaranggeng mengurai pemikiran dan sosok dirinya. Memang, secara khusus buku yang ia persembahkan kepada SBY, sosok yang dijadikannya sebagai mentor, atasan, sahabat, serta tokoh yang ia kagumi itu (hal v) dimaksudkan untuk memperkenalkan pandangan dirinya sebagai kandidat ketua umum. Oleh karena itu, tanpa perlu kening berkerut, pembaca dengan mudah menebak isi buku ini.
Doktor ilmu politik Northern Illinois University, AS, ini memulainya dengan konsep membangun partai modern (hal 3-50). Ia memaparkan tentang keberadaan parpol dan demokrasi, memaparkan kekuatan dan kelemahan bangsa serta upaya yang patut dilakukan dalam memperbaiki bangsa. Secara khusus, dipaparkan pula konsep dan eksistensi partai tengah yang dinilai paling tepat dalam kehidupan politik maupun ekonomi di negeri ini.
Pemikiran yang tertuang dalam buku dengan kualitas cetak secara luks ini disampaikan dengan uraian yang sederhana, tidak banyak mengaitkan data, referensi, ataupun pendukung lain. Sebaliknya, buku ini sangat kaya akan foto dan gambar berwarna. Tidak satu pun halaman yang terlewatkan foto dirinya. Tidak cukup dengan foto, pada bagian akhir dipampangkan 14 halaman desain poster pencalonan dirinya sebagai ketua umum partai. Dominasi foto dalam setiap lembaran buku ini semakin menyingkirkan keingintahuan yang lebih terhadap buah pemikirannya.
Membaca kedua buku di atas, belum terpuaskan memang keinginan memahami eksistensi politik Partai Demokrat lebih dari sekadar yang pernah terberitakan media massa. Namun, sebagai kader partai, kedua penulis buku di atas dapat dikatakan berhasil menunjukkan kualitas loyalitas mereka. Sekalipun dalam kemasan ataupun gaya yang berbeda, nilai perjuangan dan harapan partai di masa mendatang mampu mereka bukukan dalam rasa yang sama. Dari berbagai kader muda yang dimiliki partai, cukup tepat memang jika keduanya bertarung menjadi ketua umum partai. (Litbang Kompas)
Sumber: Kompas, Minggu, 23 Mei 2010
No comments:
Post a Comment