Sunday, May 16, 2010

[Buku] Kekuatan Tak Kasatmata

-- Indra Gunawan

RHENALD Kasali kembali menunjukkan, ia lebih suka menulis dan berpikir ”di luar kotak” (out of the box). Ini terbaca dari bukunya, Myelin: Mobilisasi Intangibles Menjadi Kekuatan Perubahan.

Myelin merupakan idiom dari dunia biologi yang jarang terdengar. Myelin adalah insulator yang membungkus mata rantai jaringan saraf yang jika makin banyak ditempa, dilatih, menjadi semakin tebal sehingga kecepatan arus informasi dan gerak pun makin terpacu secara otomatis. Atlet unggulan, artis terkemuka, entrepreneur sukses, pemimpin hebat, semuanya berorientasi pada tindakan dengan dorongan kuat dari dalam.

Penulis membedakan antara ”Brain Memory” yang terbentuk dari pengetahuan dan ”Muscle Memory” yang terbangun dari praktik latihan intensif secara berulang-ulang. ”Muscle Memory” inilah yang dimaksud sebagai Myelin. Mengapa penulis memberikan tekanan berlebihan kepada Myelin atau ”Muscle Memory”? Saya menduga, ia ingin mengubah pandangan cukup dominan di masyarakat, seakan-akan ”Brain Memory” adalah segala-galanya. Padahal, dengan pengetahuan saja, tanpa gereget dan gerak aktif, orang hanya menjadi manusia formula yang asyik dengan konsep dan wacana.

Tak kasatmata

Selain Myelin, istilah lain yang banyak bertebaran adalah intangibles, yang artinya nonfisik atau tak kasatmata. Ini tak perlu langsung dikaitkan dengan ”dunia gaib”. Dikenal adanya intangibles internal yang melekat kepada karyawan berupa budaya perusahaan, kejujuran, kerja keras, keterampilan, daya juang, disiplin, semangat inovatif, dan tanggung jawab. Sementara ada intangibles eksternal, seperti loyalitas pelanggan, reputasi, brand image, goodwill, dan kepercayaan. Intangibles inilah roh usaha Anda.

Kembali Kasali mengecam mereka yang mengedepankan aset-aset yang tangible, kasatmata, seperti modal uang, tanah, tambang, hasil hutan, mesin, dan produk. Menurut dia, Myelin yang terbentuk lewat latihan spartan akan menunjang pembentukan intangibles yang kokoh. Kalau kekuatan intangibles itu berhasil dimobilisasi, ia akan menjadi kekuatan perubahan yang dahsyat.

Intangibles dan Myelin tidak konkret, tetapi kehadiran dan getarannya terasa saat berjumpa dengan para karyawan. Sorot mata, cara bicara, terbuka atau defensifnya terhadap perubahan, derajat keinginan mencoba hal baru mengindikasikan sesuatu perihal masa depan perusahaan. Dalam terminologi lain, besar kecilnya terang redupnya aura terpancar.

Selain dua kata itu, istilah lain yang banyak dipakai ialah disiplin. Cukup banyak pakar yang sampai pada kesimpulan yang sama. Scott Peck (1978), psikiater yang melakukan studi kasus terhadap ribuan pasiennya, menyimpulkan, ”Tanpa disiplin, kita tak akan mencapai apa-apa. Dengan sepotong disiplin, kita hanya memberesi sebagian. Hanya dengan disiplin total, kita mampu menyelesaikan semua problem.”

Saking menggebu

Rhenald Kasali adalah penulis pencerita. Lewat ”Myelin”, ia bertutur memakai banyak ilustrasi. Cerita-cerita itu umumnya menyentuh hati, memberikan inspirasi, dan menimbulkan rasa bangga. Dikisahkan perihal dua kakak beradik. Pagi kuliah di Kedokteran UI, siang menarik bemo untuk biaya sekolah. Suatu saat, bemo ditukar dengan taksi (gelap). Sewaktu Pemda DKI Jaya membuka izin operasi taksi resmi, keduanya tak masuk hitungan. Izin diprioritaskan untuk perusahaan transportasi (bus) yang bermodal kuat, seperti Mayasari Bhakti, PPD, Medal Sekarwangi, dan Gamadi.

Berhubung merengek terus, mereka akhirnya memperoleh izin juga. Namun, berkat Myelin dan intangible-nya yang dilatih bertahun, mereka langsung membuat gebrakan lain.

Mereka beroperasi selama 24 jam, sementara taksi lain (saat itu) hanya bekerja sampai pukul 20.00. Calon pengemudi diseleksi ketat dan ditempa untuk bekerja keras, disiplin, jujur, santun, mengutamakan pelanggan, dan merawat taksi dengan apik. Sebagai imbalan, mereka diperhatikan kesejahteraannya, ada pengembangan diri, diberikan bantuan perumahan, serta tunjangan beasiswa untuk anak.

Sudah dapat ditebak nama taksi itu. Blue Bird! Dengan berjalannya waktu, Blue Bird makin berkibar. Dari empat menjadi 4.000 karyawan, dari 25 berkembang menjadi 17.000 taksi, sementara taksi lain yang lemah intangibles-nya satu per satu berguguran.

Kasali adalah partisan perubahan. Begitu menggebu-gebunya dia terhadap Myelin dan intangibles sehingga mungkin dapat menimbulkan salah pengertian . Memang ”Brain Memory” bukan segala-galanya, tetapi bukankah Myelin sendirian juga bukan segala-galanya?

Dia sendiri menulis manusia yang hanya mengandalkan ”Muscle Memory” juga pintar, gesit, dan bisa jadi juga kaya raya. Tetapi, maaf, ia tidak berpengetahuan dan hanya mampu melihat sejauh mata memandang. Kaya tetapi bodoh tidak akan menjadikan Anda disegani, apalagi memiliki usaha berkelanjutan. Sayang caveat berharga ini hanya menimbulkan kesan selintas karena tertelan oleh kekaguman dan fokus kepada Myelin.

Begitu pula soal tangibles. Saya sepakat intangibles lebih utama. Namun, kalau mobilisasi intangibles berhasil dilakukan, kekuatan tangible pun dapat menjadi daya pengungkit. Cukup banyak perusahaan bagus melompat secara kuantum setelah mendapat suntikan dana lewat pasar modal, private placement, pinjaman bank. Saya teringat kepada kelompok perusahaan Lippo, Ciputra, dan Para Group yang karena mengandalkan intangibles dan tangibles dapat melesat seperti sekarang.

* Indra Gunawan, Praktisi Manajemen

Sumber: Kompas, Minggu, 16 Mei 2010

1 comment:

Issyafira said...

ass.wr.wb
saya ingin bertanya, menurut anda cocok nggak mobilisasi intangibles di terapkan dalam pengembangan sumber daya manusia berbasis iptek? terima kasih