Saturday, October 09, 2010

Perhatian Pemerintah terhadap Seni Makin Kurang

Yogyakarta - Dari masa ke masa perhatian pemerintah atau dari RI 1 (presiden) terhadap kebudayaan, kesenian, semakin berkurang.

Di zaman pemerintahan Orde Lama, Bung Karno (BK) paling tidak punya tiga pelukis istana di antaranya Dulah, yang bertugas melukis BK, membuat lukisan tamu negara yang datang dan merawat lukisan BK.
Pendapat ini dilontarkan sejarawan Dr Asvi Marwan Adam dalam peluncuran buku otobiografi maestro pematung Indonesia, Edhi Sunarso, Meniti Jalan Pembebasan di Bentara Budaya Yogyakarta, Kamis (7/10) malam.

Selain meluncurkan buku otobiografi, juga diluncurkan buku Edhi Sunarso Seniman Pejuang. “Sekarang kalau kita lihat di istana tidak ada lagi seperti itu, seperti kalau ada tamu negara yang datang dilukis,” kata Asvi.

Menurut Asvi, para pemimpin kita merasa cukup, merasa berbudaya kalau sudah nonton bareng film tertentu. “Hal itu dianggap sudah berkesenian. Padahal, itu belum cukup,” ungkapnya.

Sementara itu, Edhi yang hanya jebolan kelas V Sekolah Rakyat namun bisa kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) – kini ISI – Yogya, mengaku karya-karyanya monumental yang menghiasi Kota Jakarta seperti Patung Selamat Datang, Pembebasan Irian Barat maupun Dirgantara itu semua idenya berasal dari BK.

“Patung monumental karya saya adalah ide Bung Karno, bukan ide Edhi Sunarso. Jadi patung Selamat Datang atau Dirgantara itu ide murni Bung Karno. Ide itu semua bertolak dari harga diri bangsa,” tutur Edhi.
Edhi lantas menerawang jauh. Pada waktu itu tahun 59, ia dipanggil BK. “Dik Edhi, aku mau membuat patung selamat datang untuk menghargai para pahlawan olahraga ASEAN. Patung itu saya minta tingginya 9 meter,” ujar BK.

BK pun lantas memberikan contoh bentuk patung itu bak seorang model. Atas permintaan itu, Edhi menjawab, “Jangankan 9 meter, 10 cm pun saya belum pernah membuat patung dari perunggu.” “Kamu punya rasa bangga bernegara dan berbangsa tidak?” tanya BK dengan tegas.

“ Punya, Pak,” jawab Edhi.

“Berarti kau bisa,” sahut BK.

Bahkan ketika Edhi bilang mau mencoba, BK pun dengan tegas mengatakan tidak boleh coba-coba, tapi kerjakan.

“Hanya dengan kata-kata itu saya harus mengolah dan menemukan cara bagaimana saya membuat patung. Meski pengerjaannya lambat namun patung itu bisa saya jadikan. Dan ini saya kerjakan di bengkel kereta api. Setelah itu, menyusul patung Pembebasan Iran Barat, patung Dirgantara dan lain sebagainya,” kata Edhi.

Ketika membuat patung Dirgantara, menurut Edhi, ada problem. Kala itu BK kembali memanggil dan mengungkapkan keinginannya membuat patung yang menghormati pahlawan terbang Indonesia.

“Kita kan belum bisa buat pesawat, tapi kita punya semangat. Dengan pesawat rongsokan saja kita sudah bisa terbang dan digunakan mengebom Ambarawa. Jadi aku ingin membuat patung itu,” ujar BK.

Namun ketika terjadi peristiwa G 30 S/PKI, patung itu teronggok di rumah, tak terbayar. Suatu ketika dirinya dipanggil BK. Kala itu BK sedang sakit karena sudah sering sakit-sakitan. “Dik, patungnya sudah jadi?” tanya BK.

“Sudah, Pak.”

“Kenapa nggak dipasang?”

“Saya bilang nggak punya duit.”

Lalu BK memanggil Gafur dan meminta Gafur menjual salah satu mobilnya dan uang hasil penjualan itu agar diserahkan kepada Edhi untuk membiayai pemasangan patung tersebut.

“Begitu saya terima uang langsung saya kerja, saya pasang patung itu. Kala itu BK masih nugguin. Namun ketika patung itu terpasang, BK meninggal, dan patung itu belum diberi nama,” ujar Edhi yang mengaku belajar melukis dari penjara.

Tak hanya membuat patung saja Edhi digelitik BK. Dalam pembuatan diorama Edhi juga diprovokasi. Ketika itu Edhi mengutarakan belum pernah membuat diorama. Beliau bilang, menurut Edhi, kau senang bila diorama bangsa kita dikerjakan oleh orang asing?

“Saya bilang tidak, sejarah bangsa Indonesia harus dikerjakan oleh orang Indonesia.”

“Gene kowe sadar. Berarti kowe iso nggawe,” ujar BK.

Kalau melihat dari kacamata seniman, lanjut Edhi, pembuatan diorama itu bertolak belakang dengan kebebasan seorang seniman, mulai membuat sketsa, deskripsi, belajar sejarah, survei lokasi harus direkonstruksi kembali, menyita waktu, pikiran. Ketika itu saya utarakan, beliau kembali menegaskan bahwa mengerjakan diorama itu adalah bagian dari sebuah pengabdian bagi bangsa dan negara. (Yuyuk sugarman)


Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 9 Oktober 2010

No comments: