Saturday, October 04, 2008

In Memoriam: Duduh Durahman (1939-2008)

-- H Usep Romli H.M.*

DUNIA sastra Sunda kembali kehilangan putra terbaiknya sepanjang 2008 ini. Setelah Prof. Yosef Iskandar, kini Duduh Durahman menyusul menghadap Sang Khalik. Pengarang kelahiran Ciwidey, Kabupaten Bandung 26 Mei 1939 ini, meninggalkan alam fana Rabu (1 /9) pukul 15.30 WIB, setelah dirawat beberapa hari di RS Immanuel. Innalillahi wa inna ilaihi roji`un. Allohummaghfirlahu, warhamhu wa afihi wa fu`anhu, wa akrim nuzulahu.

SANAK keluarga Duduh Durahman mengangkat jenazah untuk dimasukkan ke kendaraan yang akan mambawanya ke pamakaman keluarga di Ciwideuy Kab. Bandung, Kamis (2/10). Almarhum meninggal di RS Immanuel Bandung, Rabu (1/10) sore.* DUDI SUGANDI/"PR"

Duduh Durahman, termasuk dari sedikit sastrawan Sunda yang berwawasan luas, mampu menembus bidang-bidang lain di luar sastra Sunda, dengan pengabdian dan profesionalitas meyakinkan. Ia adalah seorang guru PNS (1965-2000), aktor teater dan film, kritikus sastra dan film, redaktur, editor, penerjemah, dewan juri untuk berbagai kegiatan seni budaya, dan sebagainya. Termasuk juri Festival Film Indonesia (FFI (1981), serta regu pengamat Forum Film Bandung (FPB) sejak didirikan 1980-an hingga sekarang.

Sebagai penulis sastra Sunda, Duduh Durahman lebih dikenal sebagai apresiator dan motivator. Karya-karya kritik sastra terhimpun dalam buku Petingan (1983), Catetan Prosa Sunda (1987), dan Sastra Sunda Saulas -Sausap (1991).

Bersama Abdullah Mustappa dan Karno Kartadibrata, menyusun kumpulan cerpen yang pernah dimuat di majalah Mangle selama 1960-1980, berjudul Sawidak Carita Pondok (1982). Dan bersama Tatang Sumarsono, menyusun kumpulan cerpen Sunda Kanagan 1 (2003), dan Kanagan 2 (2008). Kedua buku tersebut berisi cerpen-cerpen pilihan majalah Mangle yang mendapat gelar "carpon pinilih" setiap bulan, berhadiah Rp 1 juta dari Drs. H. Uu Rukmana, seorang pengusaha dan politikus yang menaruh perhatian besar terhadap sastra-budaya Sunda.

Karya Duduh Durahman berbentuk fiksi, berjudul Ajalna Bentang Film (2006), sebuah kisah detektif yang amat digemari dan dikuasai Duduh. Karya-karya terjemahannya dari kisah-kisah detektif mancanegara, masih tersebar di beberapa media Sunda. Antara lain, Perkara Lilin nu Dengdek karya Erle Stanley Gardner, yang masih dimuat bersambung di majalah Mangle, baru mencapai 37 (tiga puluh tujuh) nomor (Mangle No.2188, 25 September-1 Oktober 2008).

Mendapat nominasi juara penulisan kritik film FFI (1989), dan mendapat juara I penulisan kritik film FFI (1990). Tahun1981 menjadi anggota dewan juri FFI di Surabaya.

Dapat dianggap sebagai anggota dewan juri "abadi" di Lembaga Basa dan Sastra Sunda (LBSS), karena sejak muncul hadiah sastra tahunan LBSS sejak 1990, selalu menjadi anggota dewan juri. Menurut "Ensiklopedi Sunda" (2001), hal.202, tahun1993, Duduh menjadi juara II hadiah sastra LBSS untuk penulisan essay.

Ia bersama Wahyu Wibisana dan Etti R.S., menjadi anggota dewan juri "Anugerah Gubernur Jabar, 2008", Juni 2008, untuk penulis essay Sunda paling produktif. Namun, pilihan mereka menimbulkan kontroversi, karena salah seorang penerima anugerah, ternyata bukan penulis essay Sunda. Melainkan seorang jurnalis surat kabar daerah. Kritik dan pertanyaan dari publik sastra Sunda, mengenai kesalahan itu, tak pernah dijawab dewan juri.

Berkat jasa-jasanya dalam mengembangkan sastra Sunda, Duduh menerima "Hadiah Rancage" tahun1999.

Selama kurun waktu 1980-1990, Duduh Durahman sangat produktif menulis resensi film di surat kabar Pikiran Rakyat. Pimpinan "PR" waktu itu, mengakui keberadaan Duduh di lingkungan "PR, sebagai "pembantu khusus" sehingga ia mendapat kartu pers dan honor dasar bulanan. Mungkin karena kesibukan Duduh pribadi, di samping perubahan sistem pengelolaan "PR", Duduh jarang hingga tak pernah lagi menulis di "PR". Nama (dan wajah) Duduh baru muncul lagi di "PR" sebagai narasumber tentang puasa tempo dulu, pada rubrik "Syiar Ramadan" satu dua minggu sebelum ia masuk RS.

Ala kulli hal, setelah meninggal, bagi seseorang hanya kebaikan dan kebajikan yang tersisa. Tak ada lagi kendala kesalahan, kekhilafan, dan kepenasaranan. Bagi Duduh Durahman pun demikian. Insya Allah, Duduh wafat dalam keadaan husnul khatimah, iman dan Islam, serta memiliki amal saleh bagi keluarga dan komunitasnya yang cukup luas dan beragam. Semoga berkat semua itu, Duduh Durahman yang akrab dipanggil "Abah" mendapat nikmat dan rahmat kubur. Amin ya Robbal Alamin.***

* H Usep Romli H.M., Sastrawan.

Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Sabtu, 4 September 2008

No comments: