Wednesday, October 29, 2008

Pertemuan Kota-kota Pusaka Lahirkan Deklarasi Solo

Peserta Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia (WHCCE) berjoget dengan penari tayub di The Sunan Hotel, Solo, Jawa Tengah, seusai penutupan konferensi, Selasa (28/10). Konferensi tersebut menghasilkan sembilan hal yang dinyatakan dalam Deklarasi Solo untuk Penjagaan dan Perlindungan Warisan Budaya. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO / Kompas Images)

Solo, Kompas - Kota-kota yang tergabung dalam Organisasi Kota-kota Pusaka Dunia (Organization of World Heritage Cities/ OWHC) mendukung pembangunan kota berkelanjutan yang dilaksanakan seimbang dengan pelestarian budaya sehingga mampu membentuk citra kota yang khas.

Demikian rangkuman dari sembilan poin dalam Deklarasi Solo yang dibacakan oleh Wali Kota Solo Joko Widodo pada akhir Konferensi Kota-kota Pusaka Dunia (World Heritage Cities Conference/WHCC) wilayah Eropa-Asia, Selasa (28/10) di The Sunan Hotel, Solo, Jawa Tengah.

Deklarasi Solo merupakan pernyataan dan seruan dari para delegasi peserta WHCC yang sejak 25 Oktober 2008 berkonferensi di Kota Solo membahas warisan budaya tingkat dunia.

Draf deklarasi disusun oleh tim yang antara lain perwakilan Kota Solo, Badan Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI), Departemen Luar Negeri, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO. ”Draf ini hanya untuk pegangan karena draf akhir dibahas di forum,” kata anggota tim perumus, Putu Agustiananda, seusai deklarasi.

Sembilan poin draf dibahas dalam forum yang beranggotakan delegasi negara-negara peserta konferensi. Poin kedelapan yang sebelumnya mencantumkan perlunya mempercepat proses pencatatan batik, gamelan, dan pusaka nonbendawi dari negara-negara lain akhirnya dihapus.

Mantan Sekretaris I Konvensi UNESCO untuk Perlindungan Pusaka Budaya Nonbendawi Rieks Smeets meminta agar narasi draf poin kedelapan diganti dengan narasi ”Pentingnya negara- negara segera meratifikasi Konvensi UNESCO untuk Perlindungan Pusaka Budaya agar elemen-elemen intangible heritage (pusaka nonbendawi) yang dimiliki suatu kota dan negara dapat diusulkan masuk daftar konvensi”.

”Pemerintah sedang mengusulkan batik dicatatkan pada UNESCO seperti halnya wayang dan keris. Pencantuman batik dan gamelan dalam deklarasi ini dianggap akan mendahului keputusan UNESCO dan dikhawatirkan menimbulkan iri pihak lain,” ungkap Suhadi Hadiwinoto dari Dewan Direksi BPPI yang juga anggota tim perumus.

Instrumen internasional

Deklarasi juga mendorong segera dibuatnya instrumen internasional di bawah perlindungan Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) guna mendukung upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan aset budaya.

Sekretaris Jenderal OWHC Denis Ricard mengatakan, Deklarasi Solo lebih dari sekadar kertas berisi naskah. Deklarasi ini hendaknya segera diikuti dengan program konkret dalam bingkai kerja sama antarkota. ”Ini satu tahapan yang baru saja kita capai dari apa yang sedang kita bangun saat ini untuk perlindungan intangible heritage,” katanya.

Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi menyatakan sangat puas dengan kegiatan yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat Solo. Sebagai tuan rumah, menurut Jokowi, pihaknya berupaya memberikan pelayanan seoptimal mungkin. ”Sampai penutupan, tidak ada keberatan dari para peserta dari luar dan dalam negeri, kecuali dari China yang sedikit mengeluhkan hambatan bahasa. Seharusnya dipakai Inggris, Indonesia, Rusia, dan Mandarin. Namun, Mandarin tidak ada,” ujarnya. (EKI/SON)

Sumber: Kompas, Rabu, 29 Oktober 2008

No comments: