KARYA-KARYA Darwish meraih banyak penghargaan internasional. Ribuan warga Palestina menghadiri pemakaman penyair Mahmoud Darwish di Kota Ramallah, Tepi Barat. Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas menggambarkan Darwish sebagai pahlawan bagi semua orang Palestina.
Darwish adalah salah seorang budayawan paling berpengaruh dalam sejarah modern negara-negara Arab, dengan syair-syair yang melantunkan keinginan rakyat Palestina meraih kemerdekaan.
Dia meninggal dunia setelah menjalani operasi jantung di Houston, Texas, pada usia 67 tahun. Pemakaman di Ramallah diperkirakan akan menjadi pemakaman terbesar di Tepi Barat sejak pemakaman Yasser Arafat pada tahun 2004.
Pangeran Yordania, Ali bin Nayef, menghadiri upacara penyambutan jenazah di Amman, sebagai wakil dari Raja Abdullah. Peti jenazah dibawa dengan helikopter militer ke kompleks pemerintah Otorita Palestina pimpinan Presiden Mahmoud Abbas, di Ramallah.
Warga Palestina di Tepi Barat merasa punya hubungan pribadi dengan Darwish. Abbas memimpin para pelayat dan membacakan pidato penghormatan bagi penyair tenar itu. "Kisah rakyat kita adalah kisahmu Mahmoud, dan kisah itu dibuat menjadi lebih lengkap dan lebih indah," kata Abbas.
"Anda tetap berada bersama kami, Mahmoud, karena Anda mewakili semua hal yang mempersatukan kita."
Peti jenazah kemudian dibawa, dengan ditutupi bendera Palestina dan rangkaian bunga kuning, melalui jalan-jalan di Ramallah menuju tempat pemakaman Darwish di dekat Istana Kebudayaan.
Rakyat dari latar belakang yang berbeda-beda di Tepi Barat merasa mereka punya hubungan pribadi dengan penyair itu dan mereka bangga dengan pria yang menuturkan cerita mereka yang tidak dapat mereka lakukan sendiri.
Darwish adalah seorang tokoh nasional, yang karya-karyanya sering didasari oleh pengalaman hidupnya di pengasingan dan di bawah pendudukan Israel. "Dia adalah simbol dari ingatan rakyat Palestina," kata seorang pelayat Palestina kepada BBC. Penyair ini tidak pernah ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya.
Darwish melontarkan kecaman sengit terhadap perpecahan di kalangan orang-orang Palestina, yang dia yakini merusak nasib rakyat Palestina sendiri.
Dia juga menulis pidato terkenal Arafat yang disampaikan di Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 1974: "Hari ini saya datang dengan membawa dahan pohon zaitun dan senjata seorang pejuang kebebasan. Jangan biarkan dahan pohon zaitun sampai lepas dari tangan saya." n BBC/M-1
Sumber: Lampung Post, Minggu, 12 Oktober 2008
No comments:
Post a Comment