Palembang, Kompas - Penghargaan masyarakat terhadap bahasa Indonesia masih kurang. Masyarakat lebih bangga menggunakan bahasa dan istilah asing, atau menggunakan bahasa Indonesia dicampur dengan bahasa asing daripada menggunakan bahasa Indonesia yang benar.
Demikian dikatakan ahli bahasa, Amran Halim, dalam seminar kebahasaan dan kesastraan yang diselenggarakan Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan di Kompleks Taman Budaya Sriwijaya, Palembang, Selasa (14/10).
Menurut Amran, sikap menghargai bahasa Indonesia semakin menurun belakangan ini. Masyarakat lebih menghargai bahasa asing daripada bahasa sendiri, juga lebih menghargai karya sastra berbahasa asing daripada karya sastra berbahasa Indonesia.
”Kita terlalu menghargai bahasa asing dan mengesampingkan bahasa sendiri. Banyak orang tua bangga, anaknya yang masih SD bisa berbahasa Inggris walaupun sedikit dan mengabaikan kemampuan bahasa lain. Akibatnya, kemampuan berbahasa Indonesia dan berbahasa daerah sama jeleknya,” kata Amran.
Tanamkan kecintaan
Amran mengutarakan, persoalan tersebut berawal dari sikap. Sikap mencintai bahasa Indonesia harus ditanamkan melalui pendidikan sejak bangku SD. Jika sikap itu ditanamkan sejak saat ini, dalam 15 tahun ke depan, bangsa Indonesia baru akan memiliki generasi yang bisa berbahasa Indonesia dengan benar.
Menurut Amran, maraknya pengunaan bahasa asing dan istilah asing itu merupakan dampak yang negatif dari globalisasi. Di Jepang maupun Korea, kata Amran, para pelajarnya tetap menghargai bahasa negaranya. Bahkan 80 persen buku yang ada di perpustakaan di Korea menggunakan bahasa Korea karena sudah diterjemahkan.
Kepala Balai Bahasa Sumatera Selatan B Trisman mengatakan, seminar tersebut berkaitan dengan peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional. Diharapkan dengan seminar tersebut, hasrat untuk menggali kekayaan sastra nusantara maupun sastra daerah lebih meningkat.
”Yang dimaksud karya sastra daerah adalah tradisi lisan, cerita-cerita lama, termasuk kesenian tradisional yang menggunakan bahasa sebagai medium. Di Sumsel masih perlu dilakukan upaya pengumpulan dan pendokumentasian karya-karya sastra daerah,” kata Trisman.
Trisman juga menyoroti kecenderungan semakin rendahnya penggunaan bahasa Indonesia yang benar dalam kehidupan sehari-hari baik dalam percakapan maupun tulisan.
”Sikap itu menunjukkan bahwa kita masih ragu-ragu terhadap jati diri kita sendiri. Kesadaran berbangsa dan bernegara masih kurang,” kata Trisman.
Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia diharapkan mampu menggunakan bahasa Indonesia yang benar untuk menunjukkan identitas diri. (WAD)
Sumber: Kompas, Rabu, 15 Oktober 2008
No comments:
Post a Comment