ADALAH pengasuh Pesantren Raudlotuth Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, KHA Mustofa Bisri (Gus Mus), yang mengaku tak suka bergaul dengan manusia.
Ada apa? "Bergaul dengan Allah itu lebih enak dan lebih nikmat karena Allah memiliki lembaga pengampunan banyak sekali, seperti shalat, zakat, dan puasa," katanya seperti dikutip Antara, pekan lalu.
Saat ceramah pada acara halalbihalal di kampus ITS Surabaya, anggota Rais Syuriah PBNU itu mengaku hal itulah yang membedakan saat dirinya bergaul dengan manusia.
"Manusia hanya memberi kesempatan minta maaf setahun sekali pada setiap halalbihalal. Itu pun sulit. Padahal, kalau datang kepada Allah dengan bertronton-tronton dosa, akan diampuni. Tetapi, kalau dengan manusia, belum tentu," ucapnya.
Di hadapan sekitar 1.000 sivitas akademika ITS Surabaya, alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri, dan Pesantren Al Munawwar Krapyak, Yogyakarta, itu menyindir pemimpin saat ini yang hanya setahun sekali meminta maaf, padahal dosanya "bejibun".
"Pemimpin itu sering tak memanusiakan manusia. Kalau Allah, justru memanusiakan manusia sehingga hobi memberi ampun. Tetapi, pemimpin justru hanya memanusiakan manusia saat menjadi calon. Sedangkan kalau sudah jadi pemimpin, sulit minta maaf," katanya.
Padahal, kata alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir itu, sikap yang suka menyakiti atau merampas hak orang lain akan menjadi ganjalan bagi seseorang dalam menuju surga.
"Meski kita sering puasa dan ibadah segala macam kepada Allah Swt, kalau masih suka menyakiti atau merampas hak orang lain, tetap akan terganjal ke surga. Kalau dengan Allah Swt, justru dijamin tidak ada masalah," katanya.
Barangkali, hal itu yang membuat Gus Mus yang juga budayawan itu melihat tradisi halalbihalal merupakan kebutuhan untuk melebur kesalahan kepada orang lain agar dapat dimaafkan.
"Halalbihalal sendiri merupakan tradisi khas Indonesia, tetapi baik untuk dilestarikan. Ibaratnya, halal itu bahasa Arab, tetapi kalau halalbihalal nggak ada dalam kamus bahasa Arab karena merupakan rakitan Indonesia," ujarnya tersenyum. (Ami Herman)
Sumber: Suara Karya, Sabtu, 25 Oktober 2008
No comments:
Post a Comment