Sunday, October 26, 2008

Belajar Perlindungan Warisan Budaya

* Terbentuk Jaringan Kota Pusaka

SOLO, KOMPAS - Indonesia sampai saat ini masih kesulitan memadukan antara upaya perlindungan warisan budaya dan kepentingan pembangunan. Oleh karena itu, Indonesia ingin belajar dari negara-negara yang sudah maju dalam perlindungan warisan budaya.

Satuan polisi pamong praja dengan pakaian prajurit keraton membawa bendera negara peserta Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia (WHCCE) saat acara pembukaan di Hotel The Sunan Solo, Jawa Tengah, Sabtu (25/10). Kegiatan yang akan berlangsung hingga 30 Oktober ini diikuti 37 negara. (KOMPAS/HERU SRI KUMORO / Kompas Images)

Hal itu disampaikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik saat membuka Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia (World Heritage Cities Conference and Expo/WHCCE) Wilayah Eropa-Asia, Sabtu (25/10) di Hotel The Sunan Solo, Jawa Tengah.

Pembukaan WHCCE dihadiri Sekretaris Jenderal Organisasi Kota-kota Pusaka Dunia atau Organization of World Heritage Cities/OWHC) Denis Ricard dan peserta WHCCE yang terdiri atas wali kota dari 37 negara. Peserta yang hadir diperkirakan sekitar 450 orang dari 156 kota di dunia.

Pembukaan konferensi ini diawali dengan parade bendera negara-negara peserta WHCCE yang dibawa oleh para prajurit Lombok Abang Keraton memasuki ruang pembukaan konferensi. Menandai acara pembukaan ini tampil pertunjukan tari piring dari Sawahlunto, Sumatera Barat.

Jero Wacik berharap kegiatan ini mengangkat nama bangsa Indonesia dan membuat jembatan yang kuat dengan semua negara melalui budaya.

”Indonesia tidak ingin bermusuhan dengan siapa pun. Indonesia ingin bersahabat dan bekerja sama dengan semua negara,” ujarnya.

Ia menambahkan, Kota Solo yang mewakili Indonesia sebagai tuan rumah Konferensi dan Ekspo Kota-kota Pusaka Dunia Wilayah Eropa-Asia menjadi pijakan jembatan budaya antarkota dan antarnegara.

Denis Ricard dalam sambutannya menyatakan, dunia saat ini sudah lebih memberikan perhatian terhadap perlindungan warisan budaya nonbendawi atau intangible heritage dan pembangunan berkelanjutan. Ia mencontohkan pentingnya batik dan gamelan untuk kehidupan masa depan.

”Para wali kota sebelumnya belum tentu tahu tentang cara memelihara ataupun mengembangkan kota kuno atau pusaka, lewat pertemuan mereka bisa saling belajar. Begitu juga lewat ahli, generasi muda, dan jurnalis, bisa saling mengenalkan heritage,” ujarnya.

Kegiatan WHCCE bertema ”Perlindungan Warisan Budaya Takbenda dan Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan” (Safeguarding of Intangible Cultural Heritage and Sustainable Urban Development) berlangsung 25-30 Oktober 2008. Kegiatan ini terbagi dua, konferensi di Hotel The Sunan Solo dan ekspo di Pura Mangkunegaran.

Kirab pusaka

Hari Minggu ini kegiatan WHCCE dilanjutkan dengan Kirab Pusaka Dunia berupa karnaval yang akan diikuti semua peserta konferensi, sedangkan para wali kota anggota OWHC akan naik kereta-kereta antik, kereta berkuda, dan kuda. Karnaval ini akan melalui rute Kompleks Balaikota Solo-Jalan Slamet Riyadi sepanjang 4,5 kilometer. Peserta akan tampil dengan pakaian adat negara masing-masing.

Sebelum membuka WHCCE, Jero Wacik meresmikan Ja- ringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI), Sabtu petang di rumah dinas Wali Kota Solo. JKPI saat ini beranggotakan 12 kota, yakni Ternate, Palangkaraya, Palembang, Denpasar, Surabaya, Solo, Pekalongan, Pontianak, Yogyakarta, Blitar, Ambon, dan Medan.

Kota-kota yang masuk JKPI setidaknya memenuhi persyaratan memiliki kekentalan sejarah yang besar yang berisikan keanekaragaman pusaka alam, budaya, baik bendawi maupun nonbendawi, serta saujana. ”Setelah membentuk jaringan, para wali kota harus sering bertemu membahas masalah yang terjadi di kota masing-masing,” kata Jero Wacik.

”Kalau ada yang mengajukan IMB (izin mendirikan bangunan) untuk mal atau bangunan apa pun, tolong cek dulu ada enggak bangunan cagar budaya di sana. Kalau ada, duduk bicara dulu, kalau perlu, undang dirjen saya,” kata Jero Wacik menambahkan. (EKI/SON/MDN/ASA)

Sumber: Kompas, Minggu, 26 Oktober 2008

No comments: