Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan, semangat kedaerahan dan ikatan primordial yang berlebihan menjadi tantangan baru bagi persatuan seluruh rakyat Indonesia sebagai bangsa. Tantangan baru itu dikemukakan Presiden saat menghadiri puncak peringatan Hari Sumpah Pemuda di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (28/10).
”Sistem desentralisasi dan otonomi daerah adalah pilihan kita, cara terbaik untuk menjalankan roda pemerintahan. Kalau tidak ditangani dengan baik, masalah persatuan dan kesatuan mendapat tantangan dari semangat kedaerahan dan ikatan primordialisme yang berlebihan,” ujar Presiden menyebut tantangan internal untuk persatuan.
Adapun tantangan eksternal yang menurut Presiden mengancam persatuan adalah globalisasi. Selain membuka peluang dan kebaikan, globalisasi juga mendatangkan ancaman dan keburukan. ”Mari cerdas sikapi globalisasi. Yang baik-baik kita terima, yang jelek-jelek kita tinggalkan dan lawan,” ujarnya.
Lanjutkan reformasi
Dalam rangka 80 tahun Sumpah Pemuda, Presiden mengajak para pemuda melanjutkan transformasi dan reformasi untuk membangun ekonomi pascakrisis 10 tahun lalu. ”Tugas belum selesai. Kita harus punya semangat dan tekad yang tinggi untuk membangun hari esok yang lebih baik,” ujarnya.
Presiden memuji dan mengagumi peran pemuda dalam sejarah panjang Indonesia bahkan sebelum Indonesia terbentuk dan diproklamasikan. Pemuda disebut Presiden sebagai yang tidak pernah absen untuk menyelamatkan negara.
Dalam puncak peringatan itu, Presiden menganugerahkan Satya Lencana Wira Karya kepada almarhum Sophan Sophiaan yang diterima istrinya, Widyawati. Dalam kesempatan itu, Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adyaksa Dault memberikan penghargaan kepada 22 pemuda, di antaranya Rektor Paramadina Anies Baswedan dan Andy F Noya.
Harus unggul
Secara terpisah, Selasa, digelar seminar nasional untuk memperingati 80 Tahun Sumpah Pemuda di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta. Acara tersebut diselenggarakan bersama oleh tiga universitas, yakni Universitas Indonesia, Universitas Katolik Atma Jaya, dan Universitas Al Azhar Indonesia.
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Zuhal menyebutkan, sebagai bagian utama triple helix (yang terdiri dari dunia akademik, pemerintah, dan bisnis), perguruan tinggi dapat mengaktualisasikan semangat Sumpah Pemuda dengan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul guna menghadapi tantangan zaman
SDM unggul yang dimaksud adalah yang berbasis pengetahuan dan memiliki aset nirwujud (intangible), baik yang bersifat sosial maupun intelektual.
Sayangnya, kata Zuhal, sistem pendidikan Indonesia belum mampu menciptakan daya saing untuk bertahan dan berkompetisi dalam persaingan global. Sebab, pendidikan yang dijalankan belumlah merupakan sinergi antara akademisi, pemerintah, dan industri untuk mengelola dan menyatukan semua potensi bangsa.
”Penguatan pendidikan kepada generasi muda dalam persaingan ekonomi yang berbasis pengetahuan dan teknologi perlu mengutamakan pembentukan karakter moral dan etika serta penguatan kemampuan intelektual dan soft skill,” ujar Zuhal.
Untuk itu, kebijakan pendidikan tidak bisa sekadar menurut selera pemerintah, tetapi harus disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan bangsa.
Rektor UI Gumilar Rusliwa Somantri menggarisbawahi mengapa SDM Indonesia harus unggul. Menurut dia, karena yang sekarang terjadi, termasuk dalam perekonomian, adalah perang kemampuan global.
Dalam dunia seperti itu dan agar insan Indonesia bisa berkontribusi pada peradaban, maka kualitasnya harus berlian. Namun, untuk mencapai tingkat seperti itu, SDM Indonesia harus berada di garis depan (frontier) atau di ujung (cutting-edge).
”Namun, dalam riset kita jangan mengambil topik seperti universitas negara maju, seperti Cambridge, tetapi topik yang cocok dan dibutuhkan oleh bangsa kita,” kata Gumilar.
Rektor UI menyebutkan, untuk kedokteran, bidang yang cocok, misalnya yang terkait dengan penyakit infeksi, sementara untuk bidang sosial, misalnya topik penanggulangan kemiskinan, dan untuk bidang rekayasa yang terkait dengan upaya penanggulangan kelangkaan energi dan pangan.
Pada sisi lain Rektor Universitas Atma Jaya FG Winarno mengingatkan kembali perlunya manusia kembali ke alam. Bangsa Indonesia harus merasa beruntung karena mendapat curahan energi surya jauh lebih besar dibandingkan bangsa lain (yang hidup di lintang tinggi), seperti Norwegia. Kini teknologi pelat surya nano telah berhasil meningkatkan penyimpanan energi surya yang ditangkap pada siang hari.
Dalam sesi kedua, sejarawan Taufik Abdullah mengatakan, bila Sumpah Pemuda melahirkan kesadaran komunitas baru yang kemudian disebut bangsa Indonesia, kini ada beberapa hal untuk menyegarkan kembali nasionalisme yang telah dibangun. Hal itu, antara lain, adalah toleransi, tanggung jawab terhadap masa depan bangsa, dan kesediaan kaum intelektual/akademik menghadapi tantangan global.(INU/NIN/ELN)
Sumber: Kompas, Rabu, 29 Oktober 2008
No comments:
Post a Comment