KETIKA keluarga Soekarno diultimatum untuk meninggalkan istana 2 x 24 jam pada tahun 1967, Bung Karno waktu itu berpesan kepada anak-anaknya untuk tidak membawa barang apa pun yang merupakan milik istana, dan hanya boleh membawa barang pribadi seperlunya.
Guruh yang saat itu masih SMP dengan sedih merelakan ”perpustakaan kecil” miliknya yang merupakan kumpulan buku-buku yang dikoleksinya. ”Aku sempat sedih sekali kalau ingat perpustakaan kecilku. Ibu yang mengajarkan saya dulu untuk menyukai buku,” katanya.
Itu dulu. Kini, Guruh memiliki koleksi ribuan buku dan tengah membangun sebuah perpustakaan di kediamannya. ”Rencananya dua tingkat,” kata Guruh sambil menunjuk lokasi yang penuh dengan pekerja bangunan di belakang Wisma Fatmawati. Rencananya, perpustakaan itu dibangun di samping kolam renang (yang juga tengah dibangun).
Bukan hanya buku, koleksi Guruh juga meliputi hampir semua jenis benda seni. Ia mengoleksi batik yang jumlahnya ribuan. ”Untuk bikin museum batik koleksi saya saja pun, tempat ini enggak bakal muat,” kata Guruh.
Belum lagi koleksi lukisannya. Seperti diketahui, Soekarno sangat mencintai lukisan dan benda seni. Guruh mewarisi kecintaan yang sama. Di ruang makan yang luas sejumlah lukisan menghiasi dinding, sebagian lagi ”disandarkan” di beberapa pojok. Sebuah lukisan raksasa ”Segara” karya Mahjuddin mendominasi pandangan di ruang makan. Guratan yang detail dan halus yang menggambarkan kedahsyatan gelombang laut kidul memberi nuansa magis di ruang tamu. ”Memandang lukisan ini memang tertangkap kesan magis,” kata Guruh sambil tersenyum.
Ada juga lukisan favoritnya, yaitu lukisan sang ibu karya Basoeki Abdullah yang diletakkan di depan pintu kamar Fatmawati. Di ruangan lainnya juga ”bertaburan” lukisan karya para maestro, sebut saja Johan Rudolf Bonnet, Ernest Dezentje, Lee Man Fong, Wakidi, Mario Blanco, Koempoel Soejatno, dan tentunya sejumlah lukisan karya Guruh sendiri. Rumah ini tak ubahnya sebuah galeri seni.
Di antara berbagai koleksinya itu, ada satu benda favoritnya yang diletakkan di atas bufet ruang makan. Sebuah foto hitam putih yang sudah kusam. Di situ Bung Karno sedang menggendong Guruh dengan tersenyum lebar…. (MYR/XAR)
Sumber: Kompas, Minggu, 6 Juni 2010
No comments:
Post a Comment