Jakarta, Kompas - Berbagai rancangan dan implementasi kebijakan pendidikan oleh Kementerian Pendidikan Nasional kerap mengalami kegagalan. Hal ini, antara lain, disebabkan sebagian besar pengambil kebijakan di Kementerian Pendidikan Nasional bukan pelaku pendidikan yang profesional, melainkan berlatar belakang politik.
Karena berasal dari kelompok, golongan, atau partai politik tertentu, pengambil keputusan tak bisa bebas merancang dan mengimplementasikan kebijakannya karena terbebani oleh ”suara-suara” dan kepentingan partai politik.
Demikian hasil riset lembaga Nusantara Centre terhadap 27 mantan menteri pendidikan dan pejabat menteri pendidikan nasional yang dipaparkan Direktur Eksekutif Nusantara Centre M Yudhie Haryono, Senin (14/6) di Jakarta. ”Dari hasil riset kami, menteri yang bukan dari partai politik, kebijakan dan implementasinya lebih baik,” kata Yudhie.
Oleh karena itu, Nusantara Centre merekomendasikan agar ke depan pengambil kebijakan di Kementerian Pendidikan Nasional harus dijabat orang-orang profesional dan bukan dari partai politik.
Hasil riset yang dikerjakan bersama Kementerian Pendidikan Nasional selama tiga bulan itu menggunakan metode penulisan genealogi, yakni kajian tentang keluarga dan penelusuran jalur keturunan serta sejarahnya. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan akan bisa diketahui cara proses pendidikan dirancang, diimplementasikan, dan dikembangkan. Penelitian dilakukan terhadap latar belakang Ki Hajar Dewantara hingga Mohammad Nuh. (LUK)
Sumber: Kompas, Selasa, 15 Juni 2010
No comments:
Post a Comment