-- Jakob Oetama
MERAJUT Nusantara, Menghadirkan Indonesia. Dua kalimat itu sengaja diangkat ke permukaan. Tak ada maksud gagah-gagahan dan sok dengan jargon dan slogan, tetapi terutama karena itulah realitas, rasa-perasaan yang mengentak di saat merayakan usia 45 tahun harian Kompas.
Merajut Indonesia dipilih sebagai tema tahun ini menyadari realitas kemajemukan. Indonesia ibarat hasil rajutan potongan- potongan kain perca dari berbagai bahan, dari bahan sutra asli hingga belacu. Jadilah ibarat kutang nenek tua, karya instalasi indah. Perca kain sutra dan belacu menjadi indah dan berharga mahal, tidak ketika masing-masing sendirian, tetapi ketika tersambung bersama, ketika dirajut dengan hati, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kemajemukan sudah taken for granted, realitas yang harus diterima sebagai kenyataan yang perlu disyukuri. Walaupun kemajemukan memungkinkan potensi gampang terjadinya bentrok, dan konflik, realitas merupakan anugerah yang kita perkaya dan kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Para Bapak Bangsa mewariskan keyakinan mensyukuri keragaman dengan falsafah Pancasila. Kompas yang terbit pertama kali tanggal 28 Juni 1965 memungut realitas kemajemukan sebagai batu sendi dan batu penjuru eksistensialnya. Eksistensi kemanusiaan yang imani, humanisme transendental, menjadi falsafah yang ditimba dari realitas Indonesia, sumber referensi dan inspirasi.
Realitas kemajemukan sudah banyak diomongkan, disampaikan dalam pidato, dan diseminarkan. Seiring dengan itu sudah tersaji kepada publik lewat media massa, termasuk media cetak Kompas, realitas menjadi kasatmata, terlihat dan terasakan publik. Dia tidak hanya diomongkan, tetapi juga dihidupi dan dihayati pelan-pelan menjadi built in, menyatu sebagai kesatuan eksistensial bangsa Indonesia, menjadi sesuatu yang hidup dalam sanubari manusia dan bangsa Indonesia.
Mengenal Tanah Air, topik yang setahun terakhir mewarnai rapat-rapat newsroom, Kompas berada dalam satu tarikan napas dengan Merajut Nusantara dan Menghadirkan Indonesia. Mengenal Tanah Air, berarti menunjukkan kepada publik kekayaan alam, kreativitas, dan kebudayaan Indonesia. Itulah potongan-potongan kain perca Indonesia yang dirajut, dan dengan demikian media menghadirkan Indonesia—membenarkan keyakinan Mc Luhan bahwa media itu pesan.
Menyelenggarakan ekspedisi- ekspedisi, terakhir Ekspedisi Musi, melaporkan, mengembangkan, memberi makna, memberikan arahan dan menganalisis peristiwa berada di bawah payung menghadirkan Indonesia dengan falsafah kemanusiaan yang imani. Secara khusus dalam konteks dan kerangka itu pementasan drama musikal Diana digarap untuk perayaan 45 tahun Kompas.
Jati diri lembaga media massa, termasuk surat kabar—sebagai bagian dari ekstensi masyarakat (de Volder)—adalah berubah. Tidak hanya berubah dalam cara, menyampaikan kritik with understanding, teguh dalam perkara lentur dalam cara (fortiter in re suaviter in modo), juga dalam sarana atau alat menyampaikan.
Ketika faktor kemasan apik menjadi daya tarik dalam konteks cara menyampaikan yang lebih produktif, ketika faktor kenikmatan membaca menjadi tuntutan masyarakat, Kompas di tahun 2005 melakukan perubahan format dan penampilan. Pengecilan ukuran, penyajian dengan visualisasi lebih atraktif dan menggigit dilakukan dalam koridor meningkatkan potensi tersampaikannya pesan-pesan lebih produktif kepada khalayak.
Di tahun 2010 ini, bertepatan 45 tahun, dengan semakin mudahnya orang mengakses informasi tidak hanya dari media cetak dan elektronik (televisi), prediksi beberapa tahun lalu menjadi kenyataan. Informasi tidak hanya diperoleh lewat kertas, seperti yang disajikan Kompas lebih dari 40 tahun, tetapi juga beragam sarana alat komunikasi, mulai dari yang paling sederhana dan murah hingga yang paling rumit, pintar (smart), dan dengan harga yang relatif tetap terjangkau. Saat ini tidak kurang dari 30 juta orang Indonesia mengakses internet. Jumlah itu terus bertambah sejalan dengan semakin murahnya harga alat teknologi.
Kompas cetak dengan sarana utama kertas tidak menempatkan perkembangan hasil teknologi informasi sebagai pesaing. Tidak melejitnya jumlah oplah cetak justru memompa adrenalin dan semangat memutar otak melakukan penyesuaian-penyesuaian. Tidak saja dalam hal peningkatan kompetensi di ranah sumber daya manusia, tetapi juga pengembangan sarana noncetak menjadi komplementer menyampaikan misi Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia.
Perilaku yang begitu dinamis dalam cara orang memperoleh informasi mendorong Kompas melakukan ”revolusi” internal. Karena itu, sejak awal tahun 2010—sesuai tema korporat ”Membawa KG ke Dunia Digital”—Kompas menerapkan kebijakan 3M (triple M): multichannel, multiplatform, dan multimedia. Singkatnya, konten Kompas harus bisa dibaca melalui segala wahana (kertas, komputer, televisi, mobile phone, dan lain-lain). Bentuk konten yang akan di-deliver ke berbagai jenis media tidak hanya berupa teks dan foto, tetapi juga grafis, video, atau gabungan dari semuanya.
Selain dalam bentuk cetak, Kompas juga memiliki wahana internet, Kompas.com—portal berita yang telah maju jauh dibandingkan dengan tiga tahun lalu. Satu platform yang tidak dimiliki Kompas secara penuh, tetapi masih sangat penting sebagai content delivery channel adalah TV. Untuk melengkapi kebijakan multiplatform, Kompas ingin memasuki industri televisi, yang terutama didorong faktor keharusan dan kecepatan menyampaikan misi pencerahan lebih produktif, efisien, dan cepat.
Dengan platform yang lengkap, Kompas sebagai content provider dapat bergerak lincah dalam menyampaikan konten-kontennya yang unggul ke semua segmen masyarakat. Tidak hanya terbatas kepada masyarakat pembaca, tetapi juga kepada masyarakat pendengar dan masyarakat penonton, dan tidak tersekat oleh faktor geografis.
Kehadiran Kompas secara multimedia adalah niscaya dan mutlak. Bukan besok, tetapi hari ini. Kompas masa depan hadir secara multimedia. Lewat beragam sarana dan saluran itu, niscaya semakin produktif, efektif, dan efisien upaya Kompas sebagai lembaga yang organik dan organis, ekstensi masyarakat yang punya misi Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia.
Kebahagiaan usia 45 tahun, selain kesempatan mengucapkan syukur atas penyelenggaraan Allah selama ini, terima kasih atas kerja sama berbagai pihak, terutama para pemangku kepentingan, seperti pelanggan, pemasang iklan, percetakan, agen, dan pengecer.
Sumber: Kompas, Senin, 28 Juni 2010
No comments:
Post a Comment