PENTAS baca sajak sastrawan Taufik Ikram Jamil, Selasa (22/6) malam di Bentara Budaya Jakarta, sedikit-banyak memberikan perspektif baru pemahaman tentang Melayu.
Bagaimana kejayaan Melayu masa kini, keruntuhan Majapahit, hubungan antarnegara serumpun yang selalu buram, dan khazanah Melayu lainnya.
Cermati sajak ”Gurindam Bukit Siguntang”, Taufik berkisah tentang perspektif kejayaan Melayu untuk masa kini dan bagaimana memanfaatkannya. Juga pada sajak ”Catatan Terakhir oleh Raffles”, ”Di Sungai Siak”, ”Orang Asing Rupanya Aku”.
Ia juga membawa dialog keruntuhan Majapahit melalui sajak ”Hanya Karena Aku Bukan Seorang Jawa (biografi dara petak)”.
Memang, keberadaan Taufik yang telah meraih sejumlah penghargaan sastra, hampir pasti tak bisa dipisahkan dari Melayu. Bahkan, orang mengenalnya sebagai contoh baik untuk seorang pencinta Melayu.
”Inti pembacaan sajak bertajuk kembara sajak tersebab aku melayu adalah silaturahim dengan mengajak untuk saling pengertian antara puak yang satu dan puak lainnya,” ujar Taufik.
Menurut dia, silaturahim ini semakin penting di tengah pergaulan antaretnis yang menajam, apalagi menarik garis pembangunan nasional yang bertopang pada otonomi daerah. Selain itu, juga hubungan antarnegara serumpun Melayu yang selalu buram.
Taufik yang cukup dikenal di Indonesia, Malaysia, dan Singapura, membacakan sajak-sajak dari buku sajak penggalan kedua Tersebab Aku Melayu.
Buku sajak kedua ini dibandingkan buku sajak pertama ternyata memberikan pengaruh besar pada daya ungkap sajak-sajak Taufik. Tak kurang penyair semacam Sutardji Calzoum Bachri, A Samad Said (Malaysia), Suratman Markasan (Singapura), memberikan penghargaan tinggi pada buku ini. (NAL)
Sumber: Kompas, Rabu, 23 Juni 2010
No comments:
Post a Comment