Tuesday, June 22, 2010

Banyaknya "Waktu Kosong" Rugikan Siswa

Kalender Pendidikan Kacau karena UN Dipercepat

Jakarta, kompas - Kalender pendidikan belajar-mengajar sekolah sebaiknya disusun ulang karena banyak ”waktu kosong” atau tak efektif bagi siswa, terutama siswa kelas IX dan XII. Waktu tak efektif terutama antara pelaksanaan ujian nasional dan pengumumannya yang terlalu lama.

Begitu pula antara ujian nasional (UN) ulangan dan pengumumannya serta jarak dengan pendaftaran siswa/mahasiswa baru terlalu lama. Waktu tak efektif tersebut hampir dua bulan sehingga kurang baik bagi siswa.

Sejumlah guru di berbagai daerah, Senin (21/6), mengatakan, menjelang pelaksanaan UN, siswa disibukkan dengan latihan-latihan soal sejak bulan Februari-Maret. Materi pelajaran semester genap pun dipadatkan sehingga materi detail tak bisa disampaikan. Sebaliknya, setelah UN, justru banyak waktu kosong siswa.

Kepala SMP Negeri 4 Bogor Hasanuddin mengatakan, waktu tidak efektif siswa tahun ini lebih panjang karena jadwal UN dimajukan untuk mengakomodasi UN ulangan. Jika jadwal UN tidak dimajukan, waktu kosong siswa hanya 2-3 minggu.

”Selain UN dipercepat, UN ulangan juga tidak ada di dalam kalender pendidikan. Sekolah memang jadi agak repot karena materi semester genap harus selesai lebih cepat,” ujarnya.

Fadiloes Bahar dari Serikat Guru Kota Tangerang mengatakan, baik siswa maupun sekolah kerap menganggap, jika UN berakhir, berarti berakhir pula proses belajar-mengajar. Padahal, siswa masih harus menjalani ujian sekolah.

”Ujian sekolah menjadi nomor dua. Itu sebabnya banyak siswa yang nilai ujian nasionalnya lebih tinggi daripada nilai ujian sekolah,” kata Fadiloes.

Evaluasi kembali

Fadiloes khawatir, kalender kegiatan belajar-mengajar yang kacau akan kembali terjadi pada tahun ajaran mendatang. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar mengkaji secara cermat kalender pendidikan untuk tahun mendatang.

Ketua Umum Federasi Guru Independen Indonesia Suparman menyatakan, banyaknya waktu tak efektif kurang bagus bagi siswa. Karena itu, ia mengusulkan agar setelah UN proses belajar tetap berlanjut dengan penekanan pada pembelajaran karakter.

”UN mereduksi atau mempersempit pembelajaran siswa karena siswa hanya disiapkan untuk menghadapi UN, tidak untuk belajar,” ujarnya.

Ahli evaluasi pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, Said Hamid Hasan, mengusulkan, perlu ada mekanisme atau pengaturan jadwal ujian, pengumuman, dan proses seleksi masuk ke jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih jelas dan teratur. ”Perlu ada pemikiran tentang kualitas pendidikan yang lebih jelas,” ujarnya. (LUK)

Sumber: Kompas, Selasa, 22 Juni 2010

1 comment:

miss shit cat said...

seharusnya pemerintah introspeksi. pemerintah mengharapkan generasi penerus yang berkualitas, tapi sistem pendidikannya sendiri kacau balau dan kurang efektif.

yang terjadi tidak hanya waktu kosong yang terlalu panjang, tapi juga penyalagunaan waktu oleh guru2.
guru ke sekolah hanya untuk absen tapi belum tentu masuk kelas dan menunaikan tugasnya. guru jadi sulit kami sebut "digugu dan ditiru". karena kami sebagai siswa bingung, apa saja yang mereka berikan untuk kami tiru. ratusan teman saya pun merasakan hal yang sama, khususnya untuk tingkat SMA jurusan IPS.

jurusan IPS jadi seperti "kelas kambing" karena guru-guru dan sistem pendidikan mengkondisikan hal itu. berbeda dengan IPA yang gu-gurunya cenderung disiplin. akhirnya, jurusan IPS di bangku kuliah diperebutkan bukan cuma antar siswa IPS, tapi juga siswa IPA. dengan begini, penjurusan di SMA jadi TIDAK EFEKTIF.

tidak usah ada penjurusan bila pada akhirnya ada jurusan yang diunggulkan dan direndahkan oleh sistem. tidak usah ada penjurusan bila pada akhirnya jurusan yang dibedakan derajatnya selama di SMA menjadi setara ketika berebut bangku kuliah.
terima kasih