Jakarta, Kompas - Bank Dunia menilai masih terjadi penyimpangan dalam penggunaan dana bantuan operasional sekolah atau BOS. Dana itu di sejumlah sekolah tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Penyimpangan itu diperkirakan sekitar 3 persen dari jumlah dana yang ada.
Pemanfaatan dana BOS yang dinilai tidak tepat itu seperti untuk membiayai seragam dan kerja lembur guru, membiayai wisata dan membiayai seragam semua siswa. Selain itu, ada juga yang dipakai untuk biaya transpor bulanan bagi kepala sekolah yang besarnya bisa mencapai Rp 850.000 per bulan dan untuk komite sekolah bisa mencapai Rp 300.000 per bulan.
Selain itu, alokasi dana BOS di sekolah yang dikucurkan sejak tahun 2005 itu lebih banyak terserap untuk membiayai guru honor yang besarnya bisa mencapai 10-36 persen. Pemanfaatan dana BOS yang cukup besar untuk gaji guru itu terutama dilakukan di sekolah-sekolah swasta.
Mae Chu Chang dari Bank Dunia di Indonesia, Senin (9/8) di Jakarta, mengatakan, program BOS yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia dan didukung Bank Dunia dinilai baik untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dasar sembilan tahun bagi anak-anak usia wajib belajar. Namun, dalam implementasi pemanfaatan dana BOS, tetap perlu ditingkatkan pengawasan dan juga sosialisasi penggunaan dana BOS yang sesuai ketentuan.
Dana Rp 19,4 triliun
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, dengan adanya dana BOS, diharapkan biaya sekolah menjadi murah dan gratis bagi masyarakat miskin. Dana alokasi BOS dari APBN tahun lalu mencapai Rp 19,4 triliun untuk 42,5 juta siswa SD dan SMP sederajat.
Program BOS tetap dipertahankan pemerintah karena dinilai berkontribusi cukup signifikan untuk meningkatkan partisipasi anak usia wajib belajar sembilan tahun untuk mengikuti pendidikan dasar. Di tingkat SD, angka partisipasi murni (APM) siswa termiskin di SD mencapai 93,81 persen.
”Artinya, tidak ada perbedaan untuk mendapatkan layanan pendidikan di sekolah dasar. Baik yang miskin maupun yang sangat kaya, yang super miskin, semua sudah mendapatkan layanan pendidikan,” kata Nuh.
Adapan untuk APM siswa termiskin SMP telah mencapai 59 persen dengan jumlah kelulusan meningkat dari 50 persen pada 2006 menjadi 55 persen pada 2009. Alokasi dana BOS dan dana buku untuk SD di kabupaten besarnya Rp 397.000 per siswa setiap tahun. Adapun siswa SD di kota besarnya Rp 400.000 per siswa setiap tahun. Dana BOS siswa SMP kabupaten besarnya Rp 570.000 dan SMP di perkotaan Rp 575.000 per siswa setiap tahun.
Menurut Nuh, transparansi dan pengelolaan dana BOS di sekolah sampai saat ini masih rendah. Karena itu, masyarakat, terutama orangtua siswa, diminta untuk ikut serta merencanakan penggunaan dana BOS agar alokasinya tepat sasaran. Berdasarkan penelitian Bank Dunia, pemahaman orangtua siswa terhadap dana BOS masih rendah. (ELN)
Sumber: Kompas, Selasa, 10 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment