Friday, August 27, 2010

RI-Malaysia: Pemerintah Perlu Berikan Terapi Kejut

Jakarta, Kompas - Langkah tegas dan berani dalam menghadapi sikap dan perlakuan Malaysia harus segera direalisasikan. Jika bukan dalam bentuk pemutusan hubungan diplomatik, hal itu bisa dilakukan dengan penurunan hubungan diplomatik. Ini penting sebagai terapi kejut bagi negara tersebut.

Pendapat itu disampaikan oleh dosen Hubungan Internasional dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, Kamis (26/8).

Keduanya berkomentar tentang rembesan isu terkait kasus pencurian ikan oleh nelayan Malaysia di wilayah Indonesia.

Menteri Luar Negeri Malaysia Dato’ Sri Anifah Hj Aman menyatakan siap berunding dengan Indonesia dalam menuntaskan masalah kedua negara, baik perairan maupun darat, walaupun prosesnya dipastikan berlangsung lama dan rumit.

Hal itu disampaikannya saat menerima kunjungan dan berdialog dengan sedikitnya 24 Duta Belia Indonesia 2010 di Kantor Kementerian Luar Negeri Malaysia, Putra Jaya, Malaysia.

Anifah meyakini masalah yang terjadi di antara kedua negara sekarang cukup dituntaskan dan dibicarakan di antara kedua menteri luar negeri tanpa perlu melibatkan kepala negara masing-masing.

Menanggapi kemarahan masyarakat Indonesia, yang bahkan sampai menuntut Pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia, Anifah menyatakan bahwa pada prinsipnya Pemerintah Malaysia kesulitan mencabut perwakilannya di Indonesia (Kedutaan Besar Malaysia untuk Indonesia di Jakarta) lantaran kedubesnya tersebut termasuk dalam 22 kedubes Malaysia yang punya kekebalan. Siapa pun tidak boleh mencabutnya.

Dengan begitu, Anifah lebih menyarankan agar Pemerintah Indonesia berupaya keras melindungi perwakilan Malaysia beserta aset-asetnya di Jakarta dari kemungkinan kerusakan yang disebabkan kekacauan akibat aksi protes masyarakat Indonesia.

Marty dikritik

Dari dalam negeri, tekanan terhadap pemerintah agar bertindak lebih tegas terus bermunculan. ”Sekarang ini mumpung isunya seputar masalah kecil yang sifatnya teknis. Namun, kita harus bisa bersikap tegas. Tujuannya adalah menjadikan ketegangan sebagai terapi kejut. Supaya semua sadar, hubungan kita dengan Malaysia selama ini bukan tanpa masalah. Katanya serumpun, tetapi kok banyak persoalan?” ujar Andi Widjojanto.

Andi juga mengkritik jawaban Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di depan rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR, Rabu (25/8). Menlu Marty mengkhawatirkan pemutusan hubungan diplomatik, seperti usulan Komisi I, hanya akan memperumit persoalan.

Marty khawatir pemutusan hubungan diplomatik bisa sangat menyulitkan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di negara jiran tersebut.

”Kalau cara berpikirnya masih begitu, sama artinya kemampuan diplomasi kita masih mentah. Janganlah setiap masalah selalu disingkirkan dan disembunyikan begitu saja ke bawah karpet. Idealnya, selesaikan saja langsung. Berkonflik kan tidak harus bermusuhan. Lagi pula kedua negara pasti sama-sama punya kepentingan bersama,” ujar Andi.

Ikrar menilai langkah tegas penurunan status hubungan diplomatik bisa menjadi langkah tepat. Indonesia sudah pernah menarik duta besarnya dari negara lain seperti Australia pascalepasnya Timor Leste.

Mendesak Presiden

Desakan juga terus disuarakan sejumlah kalangan masyarakat terhadap pemerintah, khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menurut mereka tidak tegas dan juga lamban dalam menyikapi persoalan serius kali ini.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumatera Utara, Parlindungan Purba, meminta Presiden Yudhoyono langsung berkomunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. ”Agar kasus tersebut tidak berlarut-larut dan semakin meruncing seperti sekarang terjadi, yang diyakini hanya akan merugikan kedua belah pihak,” katanya.

Ketua Umum Partai Damai Sejahtera Denny Tewu meminta Presiden Yudhoyono merevisi putusan yang telah diambilnya terkait persoalan ini. Dia juga mengaku akan berkirim surat kepada Presiden agar pemerintah meninjau kembali hubungan diplomatik dengan negara itu. Sikap dan pernyataan pemerintah selama ini dia nilai justru tidak membangkitkan rasa nasionalisme bangsa.

Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga, I Basis Susilo, mengatakan, ketidaktegasan diplomasi Indonesia tecermin dalam hubungan dengan Malaysia saat ini.

Menurut Basis, bentuk hubungan bilateral bersahabat seharusnya saling menguntungkan. Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan kesiapan memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia, yang pada akhirnya akan meningkatkan gengsi Indonesia di mata negara lain dan menjadikannya sebagai negara yang punya harga diri dan tidak bisa dipermainkan.(DWA/NIK/RAZ/WHO/WSI/TRA/NIT/MKN/CHE)

Sumber: Kompas, Jumat, 27 Agustus 2010

No comments: