INDONESIA ini rumah saya. Saya suka hidup di sini,” kata Deborah Iskandar. Kehidupan perempuan ini biasanya dimulai saat dia bangun sekitar pukul 05.30 setiap pagi. Dia membantu menyiapkan ketiga anaknya berangkat ke sekolah sekitar pukul 06.00. Ketiganya belajar di sekolah lokal Indonesia.
”Mungkin cara belajarnya agak kuno, tetapi sekolah lokal di sini punya disiplin bagus. Anak-anak juga bisa belajar tentang Indonesia dan bahasa Indonesia,” katanya.
Deborah juga memanfaatkan waktu pagi untuk senam kebugaran. Untuk lebih menyegarkan diri, dia biasa minum segelas kopi di rumah. Saat tiba di kantor, dia kadang minum segelas kopi lagi. Jadi, dua gelas sepagi itu.
”Mungkin ini tidak bagus, tetapi kopi membuat saya segar. Saya suka aroma dan rasa kopi Indonesia,” katanya seraya tertawa.
Perempuan ini semakin dekat dengan budaya Indonesia sejak menetap di Jakarta tahun 1991 dan kemudian menikah dengan Iskandar, seorang bankir asal Padang, Sumatera Barat, tahun 1993. Dia mengaku hobi menyantap rempeyek dan udang saus Padang. Selama tinggal di Jakarta, dia telah beradaptasi dengan situasi ibu kota ini, termasuk dengan kemacetan.
”Dalam lalu lintas Jakarta, kita mesti tahu, bagaimana bepergian ke mana dan pukul berapa,” katanya.
Jika mau pergi ke Kelapa Gading, Jakarta Timur, misalnya, dia akan memilih pergi sekitar pukul 19.00 dan pulang pada malam hari. Bisa juga perginya siang hari. Akan tetapi, jangan pergi sekitar pukul 16.00 atau setelahnya karena bakal terkena macet di jalanan.
”Saya tahu Jakarta lebih baik daripada suami saya, mungkin juga sebagian orang Indonesia sendiri,” katanya.
Kalau kebetulan terjebak macet bagaimana? ”Mobil saya seperti kantor berjalan. Saya selalu menyimpan katalog, majalah seni, buku, dan pemutar DVD. Saya bisa membaca, menonton, atau bahkan mengirim e-mail lewat handphone. Jadi, saya bisa tetap bekerja,” katanya. (IAM)
Sumber: Kompas, Minggu, 22 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment