Tuesday, August 24, 2010

BOS Perlu Diawasi

Jakarta, Kompas - Penyaluran anggaran pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, termasuk bantuan operasional sekolah, sering terlambat. Karena itu, pemerintah diminta tetap mengawasi dan memberikan sanksi kepada daerah yang telat menyalurkannya.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo dan anggota Komisi X DPR, Dedy S Gumelar, secara terpisah di Jakarta, Senin (23/8), mengatakan, penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang dialihkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tetap butuh pengawasan. Pasalnya, dana BOS rawan dikorupsi, seperti dana pendidikan dari pusat lainnya.

Apalagi pengalihan penyaluran alokasi pendidikan pusat ke daerah, seperti tunjangan profesi guru, belum terbukti efektif. Dalam implementasinya, guru terlambat menerima pembayaran tunjangan profesi karena pemerintah daerah beralasan dana dari pusat kurang.

Sulistiyo mengatakan, dana BOS sering telat. Pemerintah pusat harus berani memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang gagal menyalurkan dana BOS tepat waktu.

Dari hasil penelitian Bank Dunia terlihat penyaluran dana BOS sering terlambat, yang paling parah periode Januari-Maret dan Juli-September. Penyaluran setiap tiga bulan sekali itu nyatanya bisa molor lebih dari sebulan dari jadwal.

Dedy mengusulkan, pemerintah bisa membangun mekanisme kontrol langsung, melibatkan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Dalam Negeri. Sinergi kedua kementerian ini akan efektif memantau dan mencegah penyimpangan penggunaan dana BOS di level daerah.

Kemendiknas, karena prinsip otonomi daerah, tidak memiliki akses kontrol langsung, apalagi melakukan intervensi pada kebijakan pemda. Namun, Kemendagri jelas memiliki kekuasaan untuk mengontrol pemerintahan daerah.

Pemerintah ambigu

Sementara itu, Ade Irawan dari Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), kemarin, menyatakan, sebaiknya sistem bantuannya seperti block grant di mana rencana penggunaan anggaran ditetapkan sendiri oleh daerah.

”Ini malah seperti DAK, anggarannya masuk ke daerah, tetapi peruntukannya sudah ditetapkan dari pusat,” kata Ade.

Pengalihan dana BOS kepada pemerintah daerah mulai 2011 dinilai keputusan yang ambigu karena penyusunan petunjuk teknis pengelolaan BOS masih menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pelimpahan tanggung jawab pengelolaan BOS itu lebih mirip dana alokasi khusus (DAK).

Menurut Ade, daerah sebenarnya tak siap, bahkan sebenarnya takut dan khawatir dengan kebijakan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan BOS ini. Pasalnya, banyak daerah tak mengalokasikan dana pendamping BOS. Mereka bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat. ”Seharusnya pemerintah pusat berkoordinasi dengan daerah untuk sediakan dana pendamping BOS,” ujarnya. (ELN/LUK)

Sumber: Kompas, Selasa, 24 Agustus 2010

No comments: