KERATON Yogyakarta bekerja sama dengan Kementerian Agama akan membedah dan melakukan konservasi terhadap sekitar 1.000 naskah. Selain untuk pelestarian, nilai-nilai yang terkandung dalam naskah diharapkan juga bisa menjadi materi pembelajaran bagi generasi penerus. Nota kesepakatan konservasi dan kajian naskah kuno keraton ditandatangani Ketua Yayasan Kebudayaan Islam Indonesia Yogyakarta GBPH Joyokusumo dan Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama HM Atho Mudzhar di Yogyakarta, Minggu (15/8). Sekitar 1.000 naskah itu merupakan karya sastra dan pemikiran pada masa Sultan Hamengku Buwono V (1828-1855) hingga sekarang. Dari seluruh naskah itu, akan diseleksi yang konteks dan tekstual terkait dengan keagamaan. Selain konservasi, proses juga akan mencakup preservasi, restorasi, penelitian, alih aksara, hingga penerjemahan ke bahasa Indonesia dan bahasa asing, seperti Inggris dan Arab. Seluruh proses dibatasi waktu dan dilakukan bertahap setiap tahun. Joyokusumo mengatakan, koleksi naskah dimulai pada masa Hamengku Buwono V karena pengaruh berbagai peristiwa sejarah politik ketika itu. Pada masa Hamengku Buwono II, seluruh naskah kuno keraton diangkut ke luar negeri oleh pemerintahan kolonial di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles dan Herman Willem Daendels. Masa pemerintahan HB III berumur pendek dan HB IV dilanda gejolak politik dan wafat di usia muda. ”Baru pada masa HB V, produksi naskah gencar kembali hingga mencapai masa emas kebudayaan pada zaman HB VIII,” kata Joyokusumo. (ENG)
Sumber: Kompas, Senin, 16 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment