ATR 72/500 dan Fokker 100 milik maskapai penerbangan Wings Air dan Merpati Nusantara Airlines merupakani pesawat yang lepas landas terakhir kali di Bandar Udara Wai Oti Maumere, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Mulai Senin (9/8) pukul 09.00, bandar udara itu berganti nama menjadi Bandar Udara Fransiskus Xaverius Seda atau disingkat Bandar Udara Frans Seda.
Perubahan nama berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 301/2010 tanggal 11 Juni 2010. Menteri Perhubungan Freddy Numberi telah meresmikan perubahan itu. Bandara Frans Seda adalah bandara terbesar di Pulau Flores dan kedua terbesar di Provinsi NTT setelah Bandara Internasional Eltari Kupang.
Pada hari yang sama diresmikan perubahan nama Pelabuhan Maumere atau Pelabuhan Sadang Bui menjadi Pelabuhan Laurensius Say atau disingkat Pelabuhan L Say Maumere berdasarkan SK Menteri Perhubungan No KP 312/2010 tanggal 24 Juni 2010.
”Sejak pengubahan nama bandara diresmikan, seluruh pramugari harus mengumumkan kepada penumpang bahwa nama bandara bukan lagi Wai Oti, melainkan Bandara Frans Seda. Selain itu juga harus dilaporkan ke Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) yang berpusat di Montreal, Kanada,” kata Kepala Bandara Frans Seda Susetyo Hadi.
Nama Frans Seda diabadikan untuk mengenang segala jasa dan pengabdian almarhum, yang meninggal di Jakarta pada 31 Desember 2009. Frans Seda bukan saja putra terbaik Kabupaten Sikka atau NTT, melainkan juga tokoh tiga zaman: politisi andal, ekonom, menteri di lima departemen, juga seorang negarawan.
Frans Seda yang dilahirkan pada 4 Oktober 1926 di Kampung Lekebai, Desa Bhera, Kecamatan Mego, pada 10 Maret 1973 itu juga telah menerima Bintang Mahaputra Adipradana II dari Republik Indonesia. Tamatan Katholieke Economische Hogesschool, Tilburg, Negeri Belanda (1956), ini juga telah menjadi anggota DPRGR/MPRS (1960-1964), Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg, dan masyarakat Ekonomi Eropa (1973-1976), anggota Dewan Pertimbangan Agung (1976-1978), serta penasihat ekonomi Presiden Megawati Soekarnoputri (Juli 2001-Oktober 2004).
Bandara Wai Oti yang terletak 3 kilometer sebelah timur kota Maumere itu diambil namanya dari nama kampung setempat. Wai atau wair artinya air, dan oti adalah nama binatang untuk buaya darat (biawak). Pembangunan landasan bandara itu dimulai pada tahun 1942/1943 oleh Jepang bersama Raja Sikka Don Thomas Ximenes da Silva, dengan mempekerjakan rakyat Sikka dalam kelompok Haminte, dengan upah sekitar Rp 3 per orang.
Bupati Sikka Sosimus Mitang mengatakan, peresmian nama Bandara Frans Seda dan Pelabuhan L Say menjadi catatan sejarah yang bagus bagi anak cucu.
”Perubahan nama bandara dan pelabuhan laut itu sepenuhnya mengenang jasa dan pengabdian kedua tokoh, bukan saja bagi masyarakat Sikka dan NTT,” tutur Sosimus.
Istri Frans Seda, Johanna Maria Pattinaja, dan anaknya, Francisia Saveria Sika Seda, hadir pada acara tersebut. ”Kami sangat menghargai sikap rakyat dan pemerintah daerah. Sejujurnya, keluarga tidak pernah meminta,” kata Paul Edmundus Talo, juru bicara dari keluarga Frans Seda. (SEM/ans)
Sumber: Kompas, Senin, 23 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment