Sunday, August 29, 2010

Realitas Politik Sulit Menerima Negara Islam

Jakarta, Kompas - Ekspansi gerakan Islam transnasional, yang bertujuan menerapkan syariat Islam melalui kekuasaan, harus berkompromi dengan realitas politik. Tujuan membentuk negara Islam belum tentu akan terwujud ketika realitas politik tidak mendukung.

”Ideologi tersebut pada akhirnya akan menyesuaikan dengan realitas politik Indonesia yang cenderung sulit menerima negara Islam,” kata ahli fundamentalisme Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Noorhaidi Hasan, dalam diskusi dan peluncuran edisi revisi buku Ilusi Negara Islam, Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia, Sabtu (28/8) di Jakarta.

Islam transnasional didefinisikan sebagai sebuah gerakan garis keras yang berafiliasi baik secara mazhab maupun pemikiran ke ulama Timur Tengah. Islam transnasional banyak dikaitkan dengan gerakan Wahabi dan Ikhwanul Muslimin yang disebut-sebut berniat membentuk negara Islam.

Menurut Noorhaidi, gerakan Islam garis keras pada dasarnya merupakan gerakan politis yang muncul untuk merespons kekuasaan yang dianggap gagal menghadirkan kesejahteraan umat.

”Namun, ketika partai Islam garis keras itu berhasil berkuasa, mereka akhirnya akan berkompromi dengan realitas politik. Ideologi awal membentuk negara Islam belum tentu akan terwujud ketika realitas politik tidak mendukung,” kata Noorhaidi.

Pada kesempatan yang sama, ahli terorisme dari Jepang, Ken Miichi, mengatakan, gerakan Islam yang diadopsi dari Arab Saudi atau negara Timur Tengah lainnya pada akhirnya akan berbaur dengan budaya Indonesia.

Buku yang diluncurkan perdana pada Mei 2009 ini berisi salah satunya tentang bahaya gerakan Islam transnasional. Buku ini didukung oleh hasil penelitian LibForAll Foundation, institusi nonpemerintah, dan diterbitkan atas kerja sama Gerakan Bhinneka Tunggal Ika, The Wahid Institute, dan Maarif Institute.

Sejumlah tokoh Islam, seperti KH Abdurrahman Wahid, Ahmad Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri, terlibat dalam penyusunannya. Buku itu memasukkan sejumlah organisasi Islam di Indonesia sebagai Islam transnasional yang harus diwaspadai.(FAJ)

Sumber: Kompas, Minggu, 29 Agustus 2010

No comments: