-- M Zaid Wahyudi
MATA Zorica Dubovská berkaca-kaca saat ditanya apa yang membuatnya tertarik dengan kebudayaan Indonesia, khususnya bahasa dan sastra Indonesia. Sembari menahan air mata haru, perempuan mungil warga negara Ceko itu menyatakan bahwa bahasa Indonesia dan bahasa Sanskerta telah menjadi bagian hidupnya.
Zorica Dubovska (KOMPAS/M ZAID WAHYUDI)
Sulit menjelaskan keindahan kedua bahasa itu dengan kata-kata. Bunyi dan kata-katanya sangat indah,” kata perempuan asli Ceko yang akrab dipanggil Ibu Dubovská itu pada akhir Mei lalu di Praha, Ceko.
Sejak mengenal pertama kali bahasa Indonesia dan bahasa Sanskerta pada 1940-an, seluruh hidupnya dia abdikan untuk pengajaran dan pengembangan kedua bahasa itu di Ceko hingga kini. Selain menjadi pengajar bahasa Indonesia di sejumlah universitas, ia juga menulis dan menerjemahkan sejumlah buku berbahasa Indonesia, Sanskerta, dan bahasa Jawa ke dalam bahasa Ceko.
Perkenalan pertama Dubovská dengan bahasa Indonesia terjadi melalui teman prianya yang banyak membaca buku tentang Indonesia karya penulis Belanda. Namun, pengetahuannya yang lebih mendalam ia dapat dari Ivan Hess, pemimpin pabrik gula di Yogyakarta yang kembali ke Cekoslowakia (nama asli Ceko sebelum pecah dengan Slowakia pada 1993), menjelang Perang Dunia II. Bahkan, Dubovská tercatat sebagai satu di antara lima siswa yang belajar bahasa Indonesia di Institut Oriental di Praha pada 1946.
”Saat itu, bahasa Indonesia yang dipelajari tentu bukan seperti bahasa Indonesia sekarang, tapi masih berupa bahasa Melayu pasar,” ujar perempuan yang masih gesit berpindah-pindah trem untuk beraktivitas sehari-hari.
Diplomat
Pada 1945, Dubovská adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Teknologi Cekoslowakia. Hasratnya yang kuat terhadap bahasa Indonesia membuat ia pindah belajar ke Fakultas Sastra, Universitas Carolina, yang disebut juga sebagai Universitas Charles atau Universitas Karlova.
Karena tidak ada yang mengajarkan bahasa Indonesia di Fakultas Sastra, Dubovská diterima untuk belajar bahasa Arab. Namun, pada tahun kedua, dia diarahkan ke Jurusan Linguistik Umum yang ada pelajaran tentang bahasa Indonesia. Di situlah Dubovská mulai bersentuhan dengan bahasa Sanskerta yang banyak memengaruhi bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Setelah lulus, Dubovská bekerja di Kementerian Luar Negeri Cekoslowakia dan ditempatkan di Kedutaan Besar Cekoslowakia di Jakarta (1958-1959). Saat itu dia bekerja sebagai sekretaris.
Kembali ke Ceko pada 1959, dia dihadapkan pada cobaan berat. Kementerian Luar Negeri Cekoslowakia sempat menawarinya untuk ditempatkan di sejumlah negara lain, tetapi Dubovská menolak. ”Saya hanya tertarik dengan Indonesia, jadi tidak mau ditempatkan ke negara lain,” katanya.
Setelah keluar dari Kemenlu Cekoslowakia, Dubovská bekerja di Penerbitan Pendidikan. Selanjutnya, ia pindah lagi dan bekerja sebagai pengajar Bahasa Indonesia di sekolah bahasa di Praha (1962-1984) hingga dipercaya sebagai Ketua Jurusan Bahasa-bahasa Timur.
Saat itu, ia juga sudah mulai mengajar Bahasa Indonesia di Fakultas Sastra, Universitas Carolina. Namun, ia tidak diterima sebagai dosen tetap karena tidak ingin dan tidak mau dipaksa bergabung dalam Partai Komunis Cekoslowakia. Kini, Dubovská mengabdikan hidupnya untuk mengajar Bahasa Indonesia di Universitas Teknologi Praha.
Dubovská juga pernah terlibat dalam pembuatan film produksi bersama Indonesia-Cekoslowakia berjudul Aksi Kalimantan (versi Cekoslowakia) atau Operasi Kalimantan (versi Indonesia) pada 1961. Dubovská pulalah yang membuat naskah perjanjian kerja sama Indonesia-Cekoslowakia pada bidang pendidikan dan kebudayaan pada 1958.
Swasembada
Dubovská mampu membentuk kata-kata baru dalam bahasa Indonesia. Padahal, usia bahasa Indonesia masih sangat muda jika dibandingkan dengan bahasa-bahasa nasional negara-negara lain.
Menurut Dubovska, dialah yang menciptakan istilah swasembada dalam bahasa Indonesia. Kata itu muncul ketika dia harus menerjemahkan istilah svépomoc dalam sebuah brosur koperasi dari bahasa Ceko pada 1970-an. Arti harfiah kata itu dalam bahasa Indonesia adalah pertolongan pada diri sendiri.
Ia juga mengaku terinspirasi oleh Presiden Soekarno yang banyak membuat kata-kata baru yang diambil dari bahasa Sanskerta, seperti pramugari dan peragawati. Dubovská juga menemukan padanan kata pomoc dalam bahasa Sanskerta, yaitu sambangda atau sambada, yang artinya mampu dan mendapat awalan swa yang artinya mandiri. Awalan swa dalam Sanskerta memiliki makna yang sama dengan své dalam bahasa Ceko.
Akhirnya, istilah svépomoc itu diterjemahkan menjadi swasembada. Dubovská bersyukur kata itu kini sudah diakomodasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Saat ini Dubovská juga sudah menyelesaikan terjemahan kakawin Arjuna Wiwaha ke dalam bahasa Ceko. Sumber terjemahan berasal dari buku Arjuna Wiwaha yang ditulis R Ng Poerbatjaraka pada 1926.
”Penerjemahan ini tentu mengandung banyak kesulitan karena saya belum cukup berpengalaman dalam hal menerjemahkan basa rinengga (bahasa sastra) Jawa Kuno. Tetapi, akhirnya jadi juga,” ungkapnya. Namun, ia kesulitan mencari penerbit yang mau mencetak bukunya itu.
Kini, Dubovská mengabdikan sisa hidupnya bagi perkembangan bahasa dan budaya Indonesia di Ceko. Ia hanya sesekali mengajar karena usianya yang melebihi batas pensiun, yaitu 65 tahun. Sejumlah muridnya kini telah menjadi penerusnya dalam pengembangan bahasa dan budaya Indonesia.
Zorica Dubovská
• Lahir: Praha, 11 April 1926 • Pendidikan: - SD-SMA di Praha- Perguruan Tinggi Ekonomi bagian dari Universitas Teknologi Cekoslowakia- Fakultas Sastra Universitas Carolina, Jurusan Linguistik Umum • Pekerjaan: 1955–1957 Kamar Dagang Cekoslowakia1958–1959 Kedutaan Besar Cekoslowakia di Jakarta1960–1962 Penerbitan Pendidikan Negara 1962–1984 Guru Bahasa Indonesia di Sekolah Bahasa Praha hingga menjadi Ketua Jurusan Bahasa-bahasa Timur1964–1974, 1992-2004 Guru Bahasa dan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra Universitas Carolina2004-sekarang pengajar Bahasa Indonesia di Universitas Teknologi Ceko • Karya, antara lain:- Indonéské lidové pohádky (Dongeng Rakyat Indonesia), 1966- 1969 Buku Batjaan Indonesia (1969) - Úvod do javánstiny (Buku Pengantar Bahasa Jawa), 1974- Divadelné kultury východu – Indonésie, Bratislava, 1987- Indonéstina (Bahasa Indonesia), 1998 - Terjemahan ”Arjuna Wiwaha” oleh Mpu Kanwa dari bahasa Jawa Kuno (belum terbit), 2010 • Penghargaan, antara lain:- Bintang Jasa Pratama 2009 dari Pemerintah Indonesia
Sumber: Kompas, Selasa, 3 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment