Saturday, August 07, 2010

Seniman Indonesia Dikenang Setelah Meninggal Dunia

-- Stevani Elisabeth

Jakarta – Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Pahlawan hendaknya tidak diartikan dalam arti yang sempit. Pahlawan bukan hanya yang gugur di medan pertempuran. Pahlawan juga bisa saja orang yang berjasa di dimensi bidang lain, termasuk kebudayaan.

Seniman bahkan maestro di bidang seni dan budaya juga bisa disebut sebagai pahlawan karena jasa-jasa mereka dalam melestarikan seni budaya Indonesia yang dituangkan dalam bentuk karya-karya seni dan budaya. Uniknya di Indonesia, jasa-jasa seniman dan budayawan justru dikenang pada saat yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Salah satunya adalah maestro keroncong Indonesia, Gesang.

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan RRI dan Gramedia telah meluncurkan buku Biografi Gesang yang dikarang oleh IzHarry Agusjaya Moenzir dan Pagelaran Keroncong, di Jakarta, Jumat (6/8) malam.

Komposer sekaligus Penasihat Ahli Bidang Kebudayaan Rizaldi Siagian dalam buku Biografi Gesang mengatakan, keberadaan Gesang dalam kasanah musik Tanah Air merupakan sebuah anugerah. Sayangnya, kita tidak pernah melihatnya demikian.

Dia menilai, sejak lama Gesang kita anggap biasa-biasa saja, apalagi pada saat keroncong dan langgam Jawa mulai memudar. Ketika Gesang meninggal dunia, baru maestro keroncong ini dielu-elukan. ”Apakah itu karena kita menghargai karyanya? Saya justru ragu. Seorang seniman seharusnya dihargai karena karyanya, bukan karena iba, apalagi karena keinginan kita untuk tampil sebagai pembela kesenian,” ujarnya

Rizal berharap, buku Biografi Gesang ini bisa mendobrak ignorance agar suatu saat nanti pemerintah dan masyarakat Indonesia dapat menghargai para senimannya selagi mereka hidup. Dia menambahkan, tidak salah juga dilakukan pada saat mereka telah tiada.

Musikus Yockie Suryo Prayogo dalam buku Biografi Gesang mengaku miris melihat Gesang hanya dilihat dari perspektif produk budaya yakni keroncong. Menurutnya, keroncong merupakan produk budaya tradisi lama yang berfungsi sebagai salah satu sumber sistem nilai atau local wisdom

”Memang secara pragmatis Gesang adalah Bengawan Solo, namun secara kultural tradisi itu mencerminkan identitas yang mengusung aspek etika dan moralitas sesuai dengan paradigma kehidupan masyarakat. Intinya, Gesang lebih besar dari keroncong itu sendiri,” ujarnya.

Pengarang buku Biografi Gesang, IzHarry Agusjaya Moenzir, mengaku telah 12 tahun mempersiapkan biografi Gesang. Biografi Gesang sendiri pernah diluncurkan di Kantor Wali Kota Surakarta pada 17 Februari 1999, namun hanya dihadiri orang-orang besar saja. Kisah Gesang nyaris lahir tanpa tanggapan nasional.

Dia menambahkan, saat itu gesang sudah tidak lagi menarik. ”Dia bukan tokoh yang seksi untuk diberitakan. Gesang cuma seorang pria tua dari masa lampau yang mewakili musik-musik jadul,” ujarnya. Meski demikian, buku ini mutlak dibutuhkan, mengingat keroncong tidak lagi dikonsumsi masyarakat kota yang hanyut oleh kedahsyatan musik-musik pop Indonesia dan MTV.

Mestro, Masa Lalu dan Kekinian

Singkat kata, Gesang adalah masa lalu, sisa-sisa seniman tua yang ditinggalkan oleh kekinian. Namun pada saat maestro keroncong ini dirawat di rumah sakit dan menjelang ajal menjemputnya, mendadak saja media gencar memberitakannya. ”Andai saja Beliau tidak diambang maut, apakah berita tentang Beliau ini masih menjadi news value?”

Memang seorang jenius sering tidak diakui ketika dia masih hidup, tetapi baru diakui setelah dia tiada. Gelar pahlawan nasional untuk Gesang sendiri masih pada tahap wacana.

Sementara itu, Dirjen Pemasaran Kemenbudpar Sapta Nirwandar menilai Gesang sebagai seniman yang sederhana dan rendah hati. ”Beliau seniman besar yang mewariskan nilai-nilai kehidupan pribadinya kepada generasi muda lewat musik keroncong,” ujarnya. Dia berharap, musik keroncong bisa dilestarikan sebagai musik asli Indonesia seperti pesan Gesang, keroncong sebagai warisan yang ditinggalkannya bisa menjadi warisan yang abadi. n

Sumber: Sinar Harapan, Sabtu, 7 Agustus 2010

No comments: