GODAAN bagi kesatria tampan dan sakti, seperti Arjuna, antara lain mewujud saat ia bertapa untuk mendapatkan senjata sakti yang kelak dibutuhkan untuk kemenangan Pandawa dalam Perang Besar Bharatayuda. Namun, berkat keteguhan hatinya, Arjuna bisa lolos dari godaan tersebut hingga dewa menghadiahinya senjata sakti yang ia idamkan.
Pementasan "Arjuna Wiwaha" (KOMPAS/NINOK LEKSONO)
Pelajaran dari lakon ”Arjuna Wiwaha”—karya yang digubah oleh Empu Kanwa (1028-1035 M)—ini, menurut Prof Subroto, adalah keteguhan pribadi untuk mampu mengesampingkan kesenangan dunia demi kemuliaan akhirat. Subroto, penasihat Paguyuban Seni Wayang Orang Putri Kunti Nalibroto, menambahkan, keteguhan tapa Arjuna, selain untuk mendapatkan senjata sakti yang mencerminkan rasa tanggung jawab kepada negara, juga untuk mengingatkan para dewa (penguasa) akan kewajiban membantu memelihara ketertiban dunia.
Lakon ”Arjuna Wiwaha”, Minggu (1/8) malam, ditampilkan oleh Kunti Nalibroto di Grand Ballroom Hotel Dharmawangsa, Jakarta, dalam acara tahunan untuk melestarikan seni tradisi wayang orang.
Dalam pergelaran yang didukung oleh Pusat Kebudayaan India Jawahar Lal Nehru ini, hingga Ketua Umum Kunti Nalibroto Ratih Dardo Subroto menyebutnya sebagai fusi seni India dan Jawa, ditampilkan pula seni musik dan tari India. Penari Didik Nini Thowok yang piawai dalam tari dwimuka juga tampil sebagai bintang tamu.
Penampil Arjuna Wiwaha yang semuanya wanita dari beragam profesi ini mampu menghadirkan berbagai sosok yang lazimnya diperankan oleh pria, khususnya para raksasa yang biasanya bersikap brangasan, juga kesatria seperti Bima yang sosoknya sangat macho. Boleh jadi vokal yang tetap terdengar perempuan masih membatasi ekspresi artistik.
Tiadanya dekorasi tradisional—hal yang juga ditempuh oleh gedung opera di Eropa sehingga misalnya Opera Bastille tidak menghadirkan lakon ”Madama Butterfly” dengan kostum Jepang —meski membuat aspek teknis jadi jauh lebih simpel, masih membuat penonton kehilangan aspek tradisional wayang orang.
Akan tetapi, sajian selama sekitar 100 menit ini punya aspek strategis lain. Dengan kiprah Kunti Nalibroto, wayang orang juga dapat ditarik ke lapisan elite masyarakat, bahkan ke kalangan ekspatriat. Selain memperkenalkan seni lokal, ”Arjuna Wiwaha” juga menjadi wahana kolaborasi lintas budaya. (nin)
Sumber: Kompas, Jumat, 6 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment