-- M Zaid Wahyudi
RAMADHAN sebentar lagi tiba. Namun, kapan sebenarnya bulan puasa tersebut dimulai dan diakhiri selalu menjadi pertanyaan umat Islam. Pengetahuan awal dan akhir bulan itu menjadi penting karena terkait dengan waktu pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan yang telah ditentukan waktunya.
Dalam penanggalan Islam atau kalender Hijriah, satu tahun terdiri atas 12 bulan dengan jumlah hari 354 hari atau 355 hari untuk tahun kabisat. Ramadhan adalah bulan kesembilan dengan jumlah hari berubah-ubah antara 29 hari dan 30 hari, sama seperti bulan-bulan Hijriah lainnya.
Berbeda dengan sistem penanggalan umum atau kalender Masehi yang biasa digunakan untuk kepentingan bisnis, jumlah hari dalam kalender Hijriah tidak dapat dipastikan sebelumnya, tetapi hanya bisa diperkirakan dengan mengacu kepada ketentuan tertentu.
Bulan baru dalam kalender Hijriah diawali dengan terlihatnya hilal atau bulan sabit muda tipis sebelum Matahari terbenam.
Bagi kelompok umat Islam yang mengacu kepada metode rukyat atau pengamatan, hilal itu harus bisa dilihat langsung, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan teleskop.
Namun, sebagian kelompok umat Islam lain yang menganut metode hisab atau perhitungan, dapat terlihatnya hilal itu bukan menjadi persoalan. Awal bulan baru cukup ditentukan dengan penghitungan bahwa hilal sudah terbentuk.
Bagi penganut metode rukyat, cara rukyat hanya digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Hal itu dilakukan karena pada bulan-bulan tersebut ada ketentuan ibadah wajib yang harus dilakukan umat Islam. Sedangkan pada sembilan bulan lainnya, awal bulan cukup dilakukan dengan penghitungan bahwa hilal sudah terbentuk, tanpa perlu dibuktikan.
Jika hilal sudah terlihat sebelum matahari terbenam, malam itu juga awal bulan Hijriah dimulai. Harus diingat bahwa awal hari dalam penanggalan Hijriah dimulai sesudah matahari terbenam, bukan pukul 00.00 seperti pergantian hari dalam kalender umum. Singkatnya, awal hari dimulai sesudah waktu magrib.
Bulan sabit tipis itu dapat terlihat setelah terjadinya konjungsi atau ijtimak, yaitu saat Bulan dan Matahari terletak pada bujur ekliptika yang sama. Dalam astronomi, saat ini dijadikan penanda datangnya fase bulan baru (newmoon).
Ekliptika adalah jalur semu benda langit mengelilingi benda langit tertentu. Penentuan posisi benda langit itu menggunakan koordinat-koordinat tertentu mirip dengan penentuan tempat di Bumi yang menggunakan garis bujur dan lintang.
Pengaruh berbagai kondisi
Kehadiran bulan baru dan keberadaan hilal itu dapat dihitung dengan presisi tinggi, yaitu mulai dari tinggi hilal di atas ufuk, posisinya dari Matahari, besaran cahaya hilal, hingga lama cahaya hilal itu tampak. Meski demikian, persoalan mengamati hilal bukan persoalan gampang.
Penampakan hilal sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, kondisi atmosfer Bumi, dan lokasi pengamatan. Inilah yang membuat sulit memberikan informasi yang akurat kapan bulan baru akan dimulai.
Kurangnya pemahaman dan ketelitian dalam mengamati hilal juga dapat menimbulkan kesalahan. Bisa jadi cahaya tipis terang di langit yang disangka hilal ternyata bukan hilal yang sesungguhya. Benda langit yang bisa mengganggu pengamatan hilal dapat berupa planet atau bintang terang yang secara kebetulan berada di dekat posisi Bulan.
Awal bulan
Secara umum, ada tiga cara penentuan awal bulan yang digunakan oleh organisasi massa Islam di Indonesia, yaitu dengan rukyatul hilal atau melihat hilal, dilakukan oleh Nahdlatul Ulama; hisab wujudul hilal atau penghitungan terbentuknya hilal yang dianut Muhammadiyah; serta kriteria imkanur rukyat yang digunakan Kementerian Agama Indonesia, Brunei, Malaysia, dan Singapura.
Kriteria imkanur rukyat menerapkan batas minimal hilal bisa dilihat. Metode ini diperoleh dengan memadukan data hasil rukyat jangka panjang yang didukung oleh data hisab.
Syarat minimal hilal dapat teramati yang kini digunakan adalah tinggi hilal saat Matahari terbenam minimal 2 derajat dan jarak busur antara Bulan dan Matahari minimal 3 derajat. Saat Matahari terbenam, umur hilal minimal adalah delapan jam setelah ijtimak.
Meski merupakan pemaduan antara metode hisab dan rukyat, kriterianya pun masih menimbulkan perdebatan. Karena itu, sistem ini juga banyak ditolak, baik yang berpedoman pada cara rukyat maupun hisab.
Di luar tiga kriteria itu, sejumlah ormas Islam juga memiliki metode penghitungan awal bulan sendiri-sendiri. Kondisi inilah yang membuat awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha di Indonesia sering kali berbeda-beda.
Upaya penyatuan penentuan awal bulan Hijriah sudah coba dilakukan oleh berbagai pihak, baik para astronom, peneliti ilmu falak, maupun tokoh-tokoh agama. Namun, upaya penyatuan itu masih sulit dilakukan karena setiap kelompok berpegang teguh pada kriteria yang dianutnya. Kriteria yang mereka pegang mereka anggap paling sesuai dengan ketentuan agama yang diyakininya.
Ramadhan 1431 H
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, ijtimak awal Ramadhan 1431 H atau 2010 terjadi pada 29 Syakban 1431—bertepatan dengan Selasa, 10 Agustus 2010 pukul 10.09 WIB. Saat Matahari terbenam pada hari itu, ketinggian hilal di seluruh Indonesia berada antara 1 derajat 15 menit dan 2 derajat 50 menit.
Meski keputusan awal Ramadhan masih harus menunggu sidang isbat (penetapan) Kementerian Agama pada Selasa petang esok, berdasarkan pengalaman, laporan pengamatan hilal selama ini dan dengan ketinggian hilal seperti tersebut di atas, kemungkinan besar 1 Ramadhan 1431 H jatuh bertepatan dengan Rabu, 11 Agustus 2010. Artinya, shalat tarawih diperkirakan mulai dilakukan pada Selasa malam.
Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah sudah menetapkan 11 Agustus sebagai 1 Ramadhan. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan Muhammadiyah, tinggi hilal di Yogyakarta saat matahari terbenam pada 10 Agustus adalah 2 derajat 30 menit 3 detik. Artinya, hilal saat itu sudah wujud. Posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia sudah berada di atas ufuk saat Matahari terbenam.
Sementara itu, data hisab dari Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama juga menyebutkan hal sama, yaitu 1 Ramadhan jatuh pada 11 Agustus. Tinggi hilal saat diamati di Jakarta pada 10 Agustus telah mencapai 2 derajat 22 menit 16 detik. Lama hilal terlihat hanya 11 menit 41 detik. Meski sudah memenuhi ketentuan lama hilal dapat dilihat, dengan prinsip rukyat yang dianut NU, ketentuan awal Ramadhan menunggu pengamatan NU dan keputusan sidang isbat Kementerian Agama.
Selamat menyambut Ramadhan....
Sumber: Kompas, Senin, 9 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment