Saturday, June 01, 2013

Aku Mau Hidup Seribu Tahun Lagi

-- Sunaryono Basuki Ks

TIBA-TIBA pada layar facebook saya muncul sebuah pesan yang ditujukan kepada kepada semua orang oleh pasangan penyair Saut Situmorang dan Katrin Bandel.Yang tampil adalah sebuah sonnet karya William Shakespeare yang biasa disebut sebagai berjudul "Shall I compare thee to a summer's day".

    Shakespeare tidak pernah memberi judul pada sonnetnya, namun hanya memberi nomor. Untuk pembaca yang malas mengingat nomor seperti diri saya, saya lebih suka "menjuduli" sonnetnya dengan menuliskan kembali larik pertama sonnet tersebut dan menganggapnya sebagai judul.
    Saya langsung menanggapinya dan menulis : "Oh, memuja puisi ya Bang?"

    Memang menurut saya, sonnet tersebut merupakan penghargaan tertinggi pada puisi. Puisi jauh lebih indah dan dari hari-hari musim panas. Namun di dalam sejumlah pertemuan di kelas poetry, mahasiswa bahasa Inggris saya selalu mengatakan bahwa mereka memahami puisi tersebut sebagai membandingkan seorang perempuan cantik.

    Hampir tak ada yang menduga bahwa sonnet tersebut merupakan pemujaan pada puisi, ini terlihat pada dua larik terakhir (couplet) yang umumnya dianggap sebagai kesimpulan.

    Karena itulah saya tulis komentar saya tersebut. Nampaknya mereka memang sedang menunggu dan saya baca: "Menjadi penyair itu takdir." Saya langsung memprotes pernyataan tersebut dengan menulis: "Menjadi penyair adalah sebuah pilihan, bukan takdir."

    Penyair Chairil Anwar menulis sajak berjudul "Aku" yang terkenal dengan lariknya 'aku ini binatang jalang' dan 'aku ingin hidup seribu tahun lagi'. William Shakespeare yang hidup antara abad 16 dan 17 belum lagi lewat seribu tahun, masih perlu beberapa ratus tahun lagi untuk mencapai seribu tahun.

    Namun, rasanya apa yang diimpikan Chairil akan segera dicapai oleh Shakespeare. Karya Shakespeare yang berupa sonnet, komedi dan tragedi masih hidup sampai hari ini. Tragedinya yang ditulis dalam bentuk puisi sering dikutip karena diingat oleh banyak orang.

    Bahkan tragedi dan komedinya difilmkan. Saya beruntung menonton film Much Ado About Nothing di Paris pada bulan Agustus 1992. Film itu diberi terjemahan dialognya dalam bahasa Prancis yang tidak saya fahami, syukur dialog aslinya dalam bahasa Inggris dipertahankan sehingga saya masih bisa tertawa.

    Dialog yang diucapkan oleh Raja Lear dari dramanya King Lear sering menjadi bahasan, bukan saja oleh sastrawan tetapi juga oleh Sangeeta Ray dalam bukunya berjudul Gayatri Chakravorty Spivak, In Other Words (akan terbit terjemahan bahasa Indonesianya oleh Sunaryono Basuki Ks).

    Dalam bab yang berjudul : Membaca Kesusasteraan, Mengajar Kesusasteraan, Pembentukan Jiwa yang Lebih Putih, larik-larik puisi dari King Lear dikutip. Drama ini bukan satu-satunya yang larik puisinya dikutip.

    Siapa yang tak mengenal soliloquy 'Ato be or not to be' yang diambil dari Hamlet, dan siapa pula yang tidak mengenal dua kata terkenal dari drama Julius Caesar ketika dia dibunuh. Dua kata tersebut adalah Et tu, Brute yang ditulis di dalam bahasa Latin ( Dan kamu juga Brutus).Kebetulan kata 'brute' dalam bahasa Inggris bermakna "bengis".

    Dalam drama yang sama Antonius sahabat Julius Caesar megucapkan pidato yang terkenal: "Friends, Romans, country men, lend me your ears" merupakan pembuka untuk menghindari kemarahan rakyat atas kematian Julius Caesar. Kemudian dia lanjutkan dengan "I come to bury Caesar, not to praise him". Ini merupakan titik tolak bagi Antonius untuk mengemukakan pendapatnya yang sesungguhnya.

    Karya sastra asing seperti karya Sophocles Oedipus, juga epos Mahabararata, dan Ramayana sudah terbukti hidup lebih dari seribu tahun sebagaimana diimpikan Chairil. Banyak pula karya sastra dari tradisi lisan yang berusia tua. Mudah-mudahan seribu tahun lagi karya Chairil masih hidup.
   
Sunaryono Basuki Ks, sastrawan

Sumber: Suara Karya, Sabtu, 1 Juni 2013 

No comments: