-- Fedli Azis
KARYA seni pertunjukan yang disuguhkan pada Temu Karya Taman Budaya Se-Indonesia, 4-8 Juni lalu di Jambi, nampaknya jauh lebih serius dibanding helat serupa di Surabaya 2012 silam. Selain penampilan seni pertunjukan dari berbagai percabangan seni, tahun ini, juga dilaksanakan Pameran Besar Seni Rupa dari 52 perupa. Bahkan mereka (perupa, red) secara bersama-sama membuat lukisan sepanjang 100 meter untuk dipajang di kawasan Taman Budaya Jambi selama kegiatan berlangsung.
Tahun ini, Temu Karya Taman Budaya Se-Indonesia mengangkat tema ‘’Kekuatan Mantra dalam Perspektif Kebudayaan Indonesia’’. Sebuah tema yang cukup membumi karena hampir semua daerah dalam ruang lingkup Indonesia menjadikan mantra sebagai kekuatan magis yang belum tergantikan. Paling tidak, itulah yang diharapkan pada helat berbasis kebudayaan tersebut sebagaimana diungkapkan Gubernur Jambi H Hasan Basri Agus saat membuka acara, Rabu (4/6) malam di halaman Taman Budaya Jambi.
‘’Kepedulian budaya kita masih tergolong rendah, baik di kalangan pemerintahan bahkan masyarakat sehingga kekayaan budaya kita kerap terabaikan. Melalui temu karya ini, diharapkan semua pihak yang berkaitkelindan di sini bisa menghasilkan rumusan dari dialog-dialog yang bernas untuk meningkatkan kepedulian semua orang pada budaya bangsa. Dan salah satunya seperti tema dalam helat ini,’’ kata Hasan Basri Agus.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Sulistyo S Tirtokusumo. Kesenian dan kebudayaan Indonesia yang kaya adalah jati diri bangsa. Karenanya semua pihak harus bahu membahu agar kebudayaan dan kesenian mendapat tempat di hati rakyat Indonesia. Menurutnya, tema yang diangkat sangat tepat karena mantra merupakan salah satu kekuatan yang tetap lestari hingga hari ini, terutama di ceruk-ceruk kampung. Bahkan dalam berbagai helat budaya dan seni tradisi, mantra masih dipakai untuk mendapatkan keberhasilan dengan nuansa magis.
‘’Kemendikbud RI sangat mendukung terlaksananya kegiatan ini setiap tahun sebagai pengalaman estetika, terutama bagi generasi muda. Karena sebagai penerus bangsa, generasi muda harus terus disuguhkan dengan kegiatan positif, salah satunya seni dan budaya agar mereka memiliki kehalusan rasa,’’ tambah Sulistyo panjang lebar, di sela-sela pembukaan acara.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Prof Dr Armansyah menegaskan, temu karya sebagai ruang kreatif merupakan dorongan bagi masyarakat untuk lebih kreatif. Hal itu bisa menjadi modal bagi mereka untuk bisa lebih maju dan sejahtera, lahir dan batin. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) RI memandang taman budaya sebagai pusat unggulan dalam bidang kebudayaan dan kesenian, termasuk produk-produk kreatif. Ini bisa menjadi gelombang baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Mengapa taman budaya? Bagi Armansyah, taman budaya bisa menjadi pilot project untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian. Untuk itu, pihaknya menganjurkan kepada semua provinsi dan kabupaten/kota menciptakan ruang kreatif, terutama bagi generasi muda. Ke depan, hal ini bisa mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang berbasis budaya.
‘’Jadikan taman budaya sebagai magnet aktivitas kreativitas. Jambi sebagai tuan rumah kegiatan tahun ini perlu mendorong terbukanya ruang tersebut sehingga generasi muda lebih kreatif dalam upaya penciptaan seni dan produk-produk seni yang bisa menopang perekonomian masyarakat,’’ ulas Armansyah.
Tari Lukah Gilo
Sebagai tuan rumah, Jambi membuka suguhan pertunjukan dengan menampilkan tari yang berangkat dari seni tradisi tempatan, yakni luka gilo. Sebuah kesenian yang sudah berkembang di berbagai kawasan Sumatera, termasuk Jambi, Riau, Sumatera Barat dan sebagainya. Peresembahan lukah gilo yang dimainkan penari lokal tersebut penuh dengan nuansa magis namun kaya sentuhan kreativitas. Tarian inovasi itu menjadi suguhan pembuka yang mendapat perhatian khusus dari para penonton yang menghadiri helat tersebut.
‘’Saya tahu permainan lukah gilo dan pernah menontonnya beberapa kali. Dan tari lukah gilo yang ditampilkan malam ini saya pikir memang berangkat dari permainan lukah gilo yang ada di Jambi. Saya suka karya yang ditampilkan ini,’’ ungkap salah seorang warga Jambi, Nadia yang diamini rekan-rekannya.
Selain tari lukah gilo, di malam pembukaan itu ditampilkan pula karya musik dari kolaborasi musisi Sumatera, termasuk dua musisi Riau Anut Ardiansyah (Akordion) dan Lukman (bebano). Karya kolaborasi musisi Sumatera Pan Sumatera Ensamble itu mengalir dan memberi warna yang berpindah-pindah dari berbagai musik tradisi provinsi-provinsi di pulau ini.
Karya Instalasi
Selain karya-karya panggung, di halaman Taman Budaya Jambi juga banyak dipajang karya-karya instalasi seni rupa dalam berbagai bentuk dan bahan, utamanya bambu. Karya-karya itu cukup kreatif dan dikerjakan para perupa-perupa Indonesia yang sudah ternama.
Perupa Riau yang ikut bersama kontingen Taman Budaya Riau Refnaldi juga ikut ambil bagian dalam pameran seni rupa bertajuk ‘’Matramantra’’ yang menghadirkan 52 perupa dari se Indonesia. Refnaldi membawa dua lukisannya berjudul ‘’Hawa dan Hawa Nafsu’’ serta ‘’Cik Puan Cantik’’. Selain itu, dia juga membawa dua lukisan pelukis Kampar Kholil.
‘’Sebenarnya, pameran besar seni rupa di ajang ini dilaksanakan setiap tahun, tapi baru kali ini saya diajak Taman Budaya Riau. Mudah-mudahan ini bisa jadi motivasi bagi geliat seni rupa di Riau sebab memang masih jalan sendiri-sendiri,’’ ungkap Refnaldi.
Refnaldi juga ikut ambil bagian dalam melukis di kanvas sepanjang 100 meter dengan judul ‘’Mata-mata’’. Bersama perupa Indonesia lainnya, lukisan-lukisan perupa tersebut dipajang di halaman Taman Budaya Jambi selama acara berlangsung.
Usung Tari dan Sastra
Kepala Taman Budaya Riau Pulsia Mitra mengatakan, di temu karya tahun ini, pihaknya mengusung karya tari dan sastra. Tidak ketinggalan pula empat karya seni lukis dari dua orang perupa Riau. Pada helat itu, tari yang diusung berjudul ‘’Sialang Madu’’ karya koreografer Maulana Syahputra dan komposer Matrock serta sastrawan Riau Hang Kafrawi.
‘’Sayang sekali, panitia Jambi sepertinya tidak maksimal dalam pengelolaan kegiatan sehingga banyak hal yang tidak tercapai. Pertemuan antar kepala taman budaya yang menjadi inti kegiatan itu justru tidak terlaksana,’’ kata Pulsia Mitra singkat
Sumber: Riau Pos, Minggu, 9 Juni 2013
KARYA seni pertunjukan yang disuguhkan pada Temu Karya Taman Budaya Se-Indonesia, 4-8 Juni lalu di Jambi, nampaknya jauh lebih serius dibanding helat serupa di Surabaya 2012 silam. Selain penampilan seni pertunjukan dari berbagai percabangan seni, tahun ini, juga dilaksanakan Pameran Besar Seni Rupa dari 52 perupa. Bahkan mereka (perupa, red) secara bersama-sama membuat lukisan sepanjang 100 meter untuk dipajang di kawasan Taman Budaya Jambi selama kegiatan berlangsung.
Tahun ini, Temu Karya Taman Budaya Se-Indonesia mengangkat tema ‘’Kekuatan Mantra dalam Perspektif Kebudayaan Indonesia’’. Sebuah tema yang cukup membumi karena hampir semua daerah dalam ruang lingkup Indonesia menjadikan mantra sebagai kekuatan magis yang belum tergantikan. Paling tidak, itulah yang diharapkan pada helat berbasis kebudayaan tersebut sebagaimana diungkapkan Gubernur Jambi H Hasan Basri Agus saat membuka acara, Rabu (4/6) malam di halaman Taman Budaya Jambi.
‘’Kepedulian budaya kita masih tergolong rendah, baik di kalangan pemerintahan bahkan masyarakat sehingga kekayaan budaya kita kerap terabaikan. Melalui temu karya ini, diharapkan semua pihak yang berkaitkelindan di sini bisa menghasilkan rumusan dari dialog-dialog yang bernas untuk meningkatkan kepedulian semua orang pada budaya bangsa. Dan salah satunya seperti tema dalam helat ini,’’ kata Hasan Basri Agus.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI Sulistyo S Tirtokusumo. Kesenian dan kebudayaan Indonesia yang kaya adalah jati diri bangsa. Karenanya semua pihak harus bahu membahu agar kebudayaan dan kesenian mendapat tempat di hati rakyat Indonesia. Menurutnya, tema yang diangkat sangat tepat karena mantra merupakan salah satu kekuatan yang tetap lestari hingga hari ini, terutama di ceruk-ceruk kampung. Bahkan dalam berbagai helat budaya dan seni tradisi, mantra masih dipakai untuk mendapatkan keberhasilan dengan nuansa magis.
‘’Kemendikbud RI sangat mendukung terlaksananya kegiatan ini setiap tahun sebagai pengalaman estetika, terutama bagi generasi muda. Karena sebagai penerus bangsa, generasi muda harus terus disuguhkan dengan kegiatan positif, salah satunya seni dan budaya agar mereka memiliki kehalusan rasa,’’ tambah Sulistyo panjang lebar, di sela-sela pembukaan acara.
Sementara itu, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Prof Dr Armansyah menegaskan, temu karya sebagai ruang kreatif merupakan dorongan bagi masyarakat untuk lebih kreatif. Hal itu bisa menjadi modal bagi mereka untuk bisa lebih maju dan sejahtera, lahir dan batin. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) RI memandang taman budaya sebagai pusat unggulan dalam bidang kebudayaan dan kesenian, termasuk produk-produk kreatif. Ini bisa menjadi gelombang baru untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Mengapa taman budaya? Bagi Armansyah, taman budaya bisa menjadi pilot project untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian. Untuk itu, pihaknya menganjurkan kepada semua provinsi dan kabupaten/kota menciptakan ruang kreatif, terutama bagi generasi muda. Ke depan, hal ini bisa mendorong peningkatan ekonomi masyarakat yang berbasis budaya.
‘’Jadikan taman budaya sebagai magnet aktivitas kreativitas. Jambi sebagai tuan rumah kegiatan tahun ini perlu mendorong terbukanya ruang tersebut sehingga generasi muda lebih kreatif dalam upaya penciptaan seni dan produk-produk seni yang bisa menopang perekonomian masyarakat,’’ ulas Armansyah.
Tari Lukah Gilo
Sebagai tuan rumah, Jambi membuka suguhan pertunjukan dengan menampilkan tari yang berangkat dari seni tradisi tempatan, yakni luka gilo. Sebuah kesenian yang sudah berkembang di berbagai kawasan Sumatera, termasuk Jambi, Riau, Sumatera Barat dan sebagainya. Peresembahan lukah gilo yang dimainkan penari lokal tersebut penuh dengan nuansa magis namun kaya sentuhan kreativitas. Tarian inovasi itu menjadi suguhan pembuka yang mendapat perhatian khusus dari para penonton yang menghadiri helat tersebut.
‘’Saya tahu permainan lukah gilo dan pernah menontonnya beberapa kali. Dan tari lukah gilo yang ditampilkan malam ini saya pikir memang berangkat dari permainan lukah gilo yang ada di Jambi. Saya suka karya yang ditampilkan ini,’’ ungkap salah seorang warga Jambi, Nadia yang diamini rekan-rekannya.
Selain tari lukah gilo, di malam pembukaan itu ditampilkan pula karya musik dari kolaborasi musisi Sumatera, termasuk dua musisi Riau Anut Ardiansyah (Akordion) dan Lukman (bebano). Karya kolaborasi musisi Sumatera Pan Sumatera Ensamble itu mengalir dan memberi warna yang berpindah-pindah dari berbagai musik tradisi provinsi-provinsi di pulau ini.
Karya Instalasi
Selain karya-karya panggung, di halaman Taman Budaya Jambi juga banyak dipajang karya-karya instalasi seni rupa dalam berbagai bentuk dan bahan, utamanya bambu. Karya-karya itu cukup kreatif dan dikerjakan para perupa-perupa Indonesia yang sudah ternama.
Perupa Riau yang ikut bersama kontingen Taman Budaya Riau Refnaldi juga ikut ambil bagian dalam pameran seni rupa bertajuk ‘’Matramantra’’ yang menghadirkan 52 perupa dari se Indonesia. Refnaldi membawa dua lukisannya berjudul ‘’Hawa dan Hawa Nafsu’’ serta ‘’Cik Puan Cantik’’. Selain itu, dia juga membawa dua lukisan pelukis Kampar Kholil.
‘’Sebenarnya, pameran besar seni rupa di ajang ini dilaksanakan setiap tahun, tapi baru kali ini saya diajak Taman Budaya Riau. Mudah-mudahan ini bisa jadi motivasi bagi geliat seni rupa di Riau sebab memang masih jalan sendiri-sendiri,’’ ungkap Refnaldi.
Refnaldi juga ikut ambil bagian dalam melukis di kanvas sepanjang 100 meter dengan judul ‘’Mata-mata’’. Bersama perupa Indonesia lainnya, lukisan-lukisan perupa tersebut dipajang di halaman Taman Budaya Jambi selama acara berlangsung.
Usung Tari dan Sastra
Kepala Taman Budaya Riau Pulsia Mitra mengatakan, di temu karya tahun ini, pihaknya mengusung karya tari dan sastra. Tidak ketinggalan pula empat karya seni lukis dari dua orang perupa Riau. Pada helat itu, tari yang diusung berjudul ‘’Sialang Madu’’ karya koreografer Maulana Syahputra dan komposer Matrock serta sastrawan Riau Hang Kafrawi.
‘’Sayang sekali, panitia Jambi sepertinya tidak maksimal dalam pengelolaan kegiatan sehingga banyak hal yang tidak tercapai. Pertemuan antar kepala taman budaya yang menjadi inti kegiatan itu justru tidak terlaksana,’’ kata Pulsia Mitra singkat
Sumber: Riau Pos, Minggu, 9 Juni 2013
No comments:
Post a Comment