Sunday, June 09, 2013

[Tifa] Suara Damai Teater Tanah Air

BAYANGAN siluet seekor binatang purba nampak jelas di layar panggung. Ia sedang mencari makanan berupa daun-daunan di semak belukar. Napas dan suaranya sesekali begitu keras. Membuat burung-burung yang hinggap langsung terbang ketakutan.

Saat ia berjalan menelusuri rimba, tanpa disadari, kakinya terkena jerat yang dipasang seorang pemburu jahat. Makhluk purba itu meronta. Semakin meronta, ia semakin terjerat.

Sang pemburu jahat pun bersorak gembira. Sejurus, ia menghampiri ke sebuah lubang yang terdapat telur makhluk purba itu. Begitu besar sehingga mahal bila dijual ke pasar gelap.

Adegan pembukaan itu terlihat jelas pada pementasan Teater Tanah Air dalam lakon Spectacle Peace: a Visual Theatre Performance karya Putu Wijaya pada Festival Teater Anak-Anak Sedunia ke-14 di Salle d'Exposition, Taza, Maroko, April silam.

Sutradara Jose Rizal Manua menghadirkan lakon itu dengan teknik siluet. Terutama, tokoh dinosaurus yang teraniaya karena dijerat pemburu jahat. Lewat pementasan itu, Teater Tanah Air seakan menghadirkan imajinasi dan fantasi liar kepada penonton.

"Lakon ini sangat khas karena berakar pada kisah global. Putu menulis dengan telaten sehingga memudahkan saya untuk mengangkat ke dalam pementasan ini," ujar Jose saat kembali ke Jakarta, sepekan lalu. Festival teater tahunan itu diikuti peserta dari Turki, Sudan, Pantai Gading, Argentina, Irak, Tunisia, Amman, Mesir, Spanyol, Indonesia, dan 10 teater dari Maroko.

Umumnya cerita lakon berasal dari dongeng dan cerita rakyat setempat. Disajikan dalam bentuk pemanggungan yang mengacu pada spontanitas dan improvisasi, sebagaimana umumnya teater rakyat.

Kedamaian

Lakon Spectacle Peace boleh menjadi salah satu karya Putu yang cukup tersohor. Apalagi Jose mencoba menghadirkan sentuhan global yang mampu menembus semua suku dan bangsa.

Kisah mengenai pemburu jahat itu pun cukup menghentak. Apalagi dalam pentas tersebut terlihat sejumlah anak raksasa gimbal melihat peristiwa aksi pemburu jahat itu.

Tidak ayal, mereka pun melarikan telur itu untuk disembunyikan. Saat mendapati hal itu, pemburu jahat mengamuk. Dia menembaki apa saja yang dijumpainya untuk mendapati kembali telur curiannya.

Lakon pun berlanjut pada sekumpulan anak-anak dari lima benua sedang berkemah. Mereka terkejut karena kedatangan anak raksasa gimbal. Mereka mengira para anak raksasa gimbal itu sudah mencuri telur. Lalu, berusaha untuk menghalang-halangi dan merebut telur.

Anak raksasa gimbal tidak tahu bagaimana caranya menjelaskan. Akhirnya, terjadilah perebutan dan perkelahian. Ketika itu, muncul pemburu jahat. Dia gembira sekali melihat ada pertengkaran seraya mengadu domba. Saat perkelahian itu, pemburu jahat dengan bebas membawa telur makhluk purba itu pergi. Barulah anak dari lima benua dan anak raksasa gimbal sadar bahwa mereka sudah ditipu.

Selain pementasan dari Indonesia, Jose menjelaskan ada pementasan Teater Troupe Hispanico Numen (Spanyol) dengan lakon Suara Buku. Ceritanya terinspirasi dari beberapa karya sastra klasik seperti Don Quijotte de la Mancha karya Miguel de Cervantes, Orpheus karya Christoph Gluck Willbald, dan Ma Mere L'oye karya Maurice Ravel.

"Rata-rata pementasan yang diusung umumnya berbentuk sandiwara yang sarat kata-kata atau musikal drama," jelasnya seraya menunjukkan dokumentasi pementasan.

Teater Tanah Air berhasil menunjukkan kualitas di panggung teater internasional lewat karya Spectacle Peace. Jose mencoba membawa sebuah pesan bahwa perkembangan teater di Indonesia juga tak kalah bersaing. (Iwa/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 9 Juni 2013

No comments: