Sunday, June 02, 2013

[Tifa] Menjaga Zapin di Jantung Melayu

TARI Zapin yang berasal dari Arab berkembang pesat di Sumatra sejak zaman kerajaan. Tak mengherankan bila gerakan pun selalu mengikuti perubahan zaman sebagaimana bisa kita temukan di Kabupaten Siak, Riau, kini.

Dahulunya tari ini selalu ditarikan di dalam istana untuk menghibur tamu kerajaan. Langkah yang menarik dengan beragam bunga gerak nan gemulai hingga musik yang dialunkan dengan petikan gambus yang merdu semakin membuat tarian ini unik.

Keberadaan Tari Zapin tetap lestari di Siak Sri Indrapura. Maka itu, Siak sebagai jantung dan lumbung kesenian Melayu patut untuk mendapatkan prioritas nasional.

Sebagai tarian yang cukup tersohor, koreografer asal Siak Merlia Atika melakukan sebuah kolaborasi. Ia menghadirkan unsur Tari Zapin tanpa menghilangkan tarian tradisional Melayu yang berkembang di sana.

Merlin berhasil melakukan kreasi baru berjudul Tuan Pemikat Lukah.

Gerakan tarian ini bertumpu pada zapin dan silat. Materi geraknya merupakan pengembangan dari aspek ruang, waktu, dan tenaga. Namun, masih dalam tataran gerak yang berkembang di Riau umumnya, sehingga terciptalah kreasi tersebut.

Lukah merupakan alat penangkap ikan dan juga digunakan sebagai permainan rakyat yang cukup terkenal dan sangat menarik, yaitu Lukah Gilo. “Tarian kreasi untuk memberikan suguhan agar generasi muda juga menyukai tarian daerah,” ujar Merlia di sela-sela Temu Redaktur dan Wartawan Kebudayaan Se-Indonesia Ke-2, di Jakarta, pertengahan pekan ini.

Tarian itu memang menjadi salah satu kreasi yang dapat mengangkat khazanah budaya Siak. Apalagi, banyak tarian yang hampir punah karena ditinggal generasi-generasi masa kini. “Ini yang kami takutkan sehingga kami pentaskan,” paparnya.

Jaringan

Selain suguhan tarian bernuansa Melayu, pertemuan tersebut juga menghadirkan pameran sejumlah karya jurnalistik yang mengupas tentang budaya-budaya di Tanah Air. Mulai dari tradisi lisan seperti pantun ruwatan di Subang, Jawa Barat, hingga musik tradisional asal Nusa Tenggara Timur, sasando.

“Kebudayaan ini sangat luas. Ini menjadi tantangan bagi kami untuk membangun jejaring guna mendokumentasikan semua tradisi yang kaya di Indonesia,” tutur Ketua Departemen Wartawan, Film, Kebudayaan, dan Pariwisata PWI Pusat, Yusuf Susilo Hartono.

Lewat pertemuan yang berlangsung selama tiga hari dan dihadiri sekitar 100 wartawan kebudayaan se-Indonesia itu, ada empat sasaran yang menjadi putusan. Sasaran itu ialah meningkatkan sosialisasi pedoman penulisan dan pemberitaan kebudayaan, membentuk jaringan redaktur kebudayaan sebagai wahana komunikasi dan agen perubahan, memahami peluang dan tantangan kebudayaan nasional di era globalisasi, serta mengawal kebudayaan di ranah pendidikan.

Networker Kebudayaan Halim HD menilai keberadaan rubrik budaya dapat menjadi sebuah wadah bagi seniman dan sastrawan untuk menuangkan ide. “Banyak seniman dan penulis di Makassar, tetapi hanya segelintir yang menembus nasional. Padahal, keberadaan surat kabar dapat menjadi wadah penting,” tuturnya, serius.

Tak dapat dimungkiri, pementasan tari dalam acara tersebut menjadi bukti. Seniman-seniman daerah telah mampu mengadopsi pengaruh budaya luar (khususnya Arab) tanpa menghilangkan unsur Melayu yang ada.

Semakin banyaknya tarian kreasi menjadi tugas setiap pelaku budaya untuk turut menulis dan mendokumentasikannya. Ini berguna agar khazanah budaya yang ada di Tanah Air tak diklaim bangsa lain.

“Sekarang sudah waktunya untuk kami mencanangkan ‘Siak the Truly Malay’. Ini sebagai upaya untuk menjaga tradisi Melayu yang ada daerah kami,” cetus Bupati Siak Syamsuar pada sebuah pemaparan dalam acara tersebut.(Iwa/M-2)

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 2 Juni 2013

No comments: