Sunday, June 02, 2013

[Jendela Buku] Membongkar Mafia Hukum

-- Rudy Polycarpus

Upaya konsultan politik memajukan seorang kandidat presiden dalam konvensi partai politik menghadapi mafia hukum yang menolak kandidat presiden tersebut.

PETUALANGAN Thomas sebagai konsultan politik tidak semata menyusun strategi dari calon presiden JD dalam perebutan suara di konvensi suatu partai. Ia terbawa dalam pusaran mafia hukum yang menguasai negeri.

Tantangan dimulai ketika sebuah telepon dari JD yang dipanggil Pak Presiden oleh Thomas memberi tahu agar Thomas waspada. Pasalnya ada pihak lawan yang tidak setuju dengan pencalonannya dan mulai melakukan serangan balik. Thomas yang berada di kapal pesiar di perairan antara Makau dan Hong Kong tidak ambil pusing.

Namun, setibanya di marina Hong Kong, satuan khusus antinarkoba Hong Kong langsung menyerbu. Satu koper narkoba dan senjata api ditemukan di kapal tersebut. Thomas, Opa (kakek Thomas), Kadek (nakhoda kapal), dan wartawan mingguan Review yang sedang mewawancarai Thomas dibawa oleh Detektif Liu ke sebuah kantor dengan kepala tertutup. Di sana dimulailah petualangan mengungkap jaringan mafia hukum yang telah berakar puluhan tahun.

Thomas menjadi tokoh utama dalam buku Negeri di Ujung Tanduk karangan Tere Liya, terbitan Gramedia Pustaka Utama (GPU). Buku kedua setelah Negeri para Bedebah itu dibahas delapan pembaca Media Indonesia dalam Obrolan Pembaca Media Indonesia (OPMI) di Opus Cafe, Jakarta, Sabtu (25/5).

Tantangan demi tantangan bak film aksi dimulai. Dengan bantuan Lee, pemuda China yang dikalahkannya dalam pertarungan bawah tanah, Thomas, Opa, Kadek, dan Maryam berhasil kabur dari gedung tersebut dan kembali ke Jakarta dengan pesawat pribadi.

Ternyata Lee bukan sembarang orang. Ia cucu dari orang Chai Then, orang yang pernah diselamatkan Opa. Setibanya di Jakarta, pertarungan baru dimulai. JD, kliennya, langsung ditangkap polisi dengan tuduhan korupsi megaproyek deep tunnel. Tidak mau tinggal diam, dengan menggunakan riset dan kekuatan media, Thomas membuka lembaran demi lembaran mafia hukum.

Mirip Indonesia Ketika membaca buku setebal 359 halaman itu, Anita Widyastuti, karyawan swasta, merasa isinya sebagai gambaran Indonesia. Apabila diperhatikan, sosok JD yang digambarkan sebagai mantan wali kota dan Gubernur Jakarta dengan rekam jejak dan kesuksesan yang tak terbantahkan, akan mengiring pembaca ke arah sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).

"Sosok JD banyak sekali kemiripannya dengan Jokowi. Pembaca pasti menebak ini Jokowi," ujar Eva Setiawan, ibu rumah tangga.

Sebagai konsultan politik, Thomas tidak memungut sepeser pun dari JD. Ia menjadikan pencalonan JD sebagai proyek idealismenya. Pasalnya program yang diusung JD tidak muluk-muluk, yakni penegakan hukum tanpa pandang bulu. Tapi sikap Thomas itu dikritik Eva. Pasalnya di Indonesia, politik ialah komoditas yang menggiurkan. Politisi yang maju ke ajang pemilihan berani membayar mahal konsultan untuk memoles citra dan mengiring opini publik. "Aku rasa sih gak mungkin gratis. Ongkosnya konsultan politik kan mahal sekali," ujarnya.

Namun, di balik semua tokoh yang dinilai extravaganza itu, alur dan penulisan buku yang dicetak pertama kali pada April 2013 itu mengalir dengan baik. Kalimatnya mudah dicerna dan membawa imajinasi.

"Meski banyak celah secara karakteristik dan penokohan, penulis memiliki alur cerita yang rapi dan kausal," kata Silviana.

Sayangnya, ketegangan demi ketegangan yang diceritakan Tere Liye terlalu berturut. Mulai upaya kabur dari Hong Kong, kejar-kejaran dengan polisi di Jakarta, kabur dari penjara menuju lokasi konvensi di Bali, hingga aksi tembak-menembak di kapal kontainer di perairan lepas Hong Kong. "Bacanya jadi tegang mulu karena aksinya berturut-turut. Kalau bisa, agak sedikit landai sehingga bisa agak santai," ujar Kiki Handayani.

Banyak kebetulan Berbagai aksi yang terjadi memang seru. Tapi ada satu hal yang mengganjal, yakni terlalu banyak kebetulan. Misalnya JD, klien Thomas, ternyata kakak kelas di Sekolah Kaki Langit tempat ia menimba ilmu. Atau ketika kabur dari gedung bertingkat di Hong Kong dengan menggunakan bola besi penghancur gedung, ternyata perusahaan yang sedang menghancurkan gedung tua di sebelahnya milik Lee.

"Terlalu banyak kebetulannya sehingga kurang seru. Saya pikir dia berupaya kabur dari Hong Kong dengan kecerdasannya sendiri," celetuk Eva. Termasuk ketika upaya kabur dari penjara, ternyata kepala penjaranya ialah Mayor Rudy, teman Thomas di klub petarung.

Meski begitu, hal itu tidak terlalu banyak mengganggu Seruni.

"Tidak masalah sih dengan banyak kebetulannya, seru," ujarnya.

Sumber: Media Indonesia, Minggu, 2 Juni 2013

No comments: