SAMBIL melangkah perlahan, empat perempuan berbusana batik nampak santai. Jemari-jemari terlihat begitu gemulai. Tidak lama kemudian, seorang penari pria pun melenggang masuk.
Adegan awal itu terlihat pada pementasan Gigi Art of Dance lewat tari kontemporer berjudul Danshare di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta.
Karya itu cukup menyita perhatian tiga ratusan penonton. Gianti piawai menyuguhkan beberapa unsur tari khas daerah Indonesia yang dipadukan unsur musik Barat seperti hip hop.
"Setiap tarian berakar dari tari-tari tradisi. Saya coba untuk 'goreng' menjadi sebuah karya kontemporer," ujar Gianti seusai pementasan perdana itu.
Karya Danshare juga akan dipentaskan ke Amerika Serikat, pada 21 Juni-5 Juli mendatang. Selama di sana, Gigi bakal tampil di Seattle, New York, New Jersey, Maryland, dan Washington DC.
Persiapan pementasan tersebut dilakukan selama dua bulan. Dia menghadirkan kreasi yang penuh dengan berbagai gerakan. "Saya terinspirasi dari tari topeng, Kuda Lumping, hingga tari Kecak. Memang di sini saya tidak bermain dengan pakem," jelas Gigi, sapaan Gianti.
Pada pementasan perdana Danshare, terlihat karya itu begitu enerjik. Berbeda dengan aslinya. Penggunaan pakaian daerah sengaja untuk tak menghilangkan benang merah kedaerahan.
Unsur pewayangan
Jika memerhatikan secara jeli, karya kontemporer itu memiliki dua bagian (piece) utama. Penggunaan dramaturgi dan musikal pun jelas terlihat.
Setiap bagian tari disajikan dengan bahasa Indonesia dan Inggris. Pada bagian pertama, para penari menghadirkan tarian Topeng Endal dan Kuda Lumping yang dipadukan dengan kisah-kisah berdasarkan pada dunia pewayangan Jawa, seperti kisah Drupadi, Yudistira, dan Arjuna.
Pada bagian kedua, mereka menghadirkan sandiwara musikal dengan lakon Destination Indonesia. Mengisahkan tentang seorang putri (bernama Tasya) yang terdampar di Sabang, Aceh. Selama di sana, ia belajar beberapa tarian khas Aceh seperti tari Saman.
Unsur kelembutan pada tarian topeng khas Jawa Timur memang begitu kental terlihat. Namun, semua berubah saat Gigi Art of Dance kompak membawakan tari khas Aceh itu secara rancak.
Lewat pementasan selama 90 menit itu, ada perpaduan antara tradisi dan modern. Terutama teknik-teknik balet seperti memutar yang tanpa disadari begitu kental dalam Danshare.
Lewat tangan perempuan berdarah Sunda itu, ia berani keluar dari pakem-pakem. Namun, bukan berarti ia kehilangan arah dari gerakan dasar sebuah tarian etnis. Gigi hanya mau menujukan ada sebuah napas baru yang ia tunjukan dalam ranah tari kontemporer di Tanah Air. (Iwa/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 16 Juni 2013
Adegan awal itu terlihat pada pementasan Gigi Art of Dance lewat tari kontemporer berjudul Danshare di Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta.
Karya itu cukup menyita perhatian tiga ratusan penonton. Gianti piawai menyuguhkan beberapa unsur tari khas daerah Indonesia yang dipadukan unsur musik Barat seperti hip hop.
"Setiap tarian berakar dari tari-tari tradisi. Saya coba untuk 'goreng' menjadi sebuah karya kontemporer," ujar Gianti seusai pementasan perdana itu.
Karya Danshare juga akan dipentaskan ke Amerika Serikat, pada 21 Juni-5 Juli mendatang. Selama di sana, Gigi bakal tampil di Seattle, New York, New Jersey, Maryland, dan Washington DC.
Persiapan pementasan tersebut dilakukan selama dua bulan. Dia menghadirkan kreasi yang penuh dengan berbagai gerakan. "Saya terinspirasi dari tari topeng, Kuda Lumping, hingga tari Kecak. Memang di sini saya tidak bermain dengan pakem," jelas Gigi, sapaan Gianti.
Pada pementasan perdana Danshare, terlihat karya itu begitu enerjik. Berbeda dengan aslinya. Penggunaan pakaian daerah sengaja untuk tak menghilangkan benang merah kedaerahan.
Unsur pewayangan
Jika memerhatikan secara jeli, karya kontemporer itu memiliki dua bagian (piece) utama. Penggunaan dramaturgi dan musikal pun jelas terlihat.
Setiap bagian tari disajikan dengan bahasa Indonesia dan Inggris. Pada bagian pertama, para penari menghadirkan tarian Topeng Endal dan Kuda Lumping yang dipadukan dengan kisah-kisah berdasarkan pada dunia pewayangan Jawa, seperti kisah Drupadi, Yudistira, dan Arjuna.
Pada bagian kedua, mereka menghadirkan sandiwara musikal dengan lakon Destination Indonesia. Mengisahkan tentang seorang putri (bernama Tasya) yang terdampar di Sabang, Aceh. Selama di sana, ia belajar beberapa tarian khas Aceh seperti tari Saman.
Unsur kelembutan pada tarian topeng khas Jawa Timur memang begitu kental terlihat. Namun, semua berubah saat Gigi Art of Dance kompak membawakan tari khas Aceh itu secara rancak.
Lewat pementasan selama 90 menit itu, ada perpaduan antara tradisi dan modern. Terutama teknik-teknik balet seperti memutar yang tanpa disadari begitu kental dalam Danshare.
Lewat tangan perempuan berdarah Sunda itu, ia berani keluar dari pakem-pakem. Namun, bukan berarti ia kehilangan arah dari gerakan dasar sebuah tarian etnis. Gigi hanya mau menujukan ada sebuah napas baru yang ia tunjukan dalam ranah tari kontemporer di Tanah Air. (Iwa/M-2)
Sumber: Media Indonesia, Minggu, 16 Juni 2013
No comments:
Post a Comment