SYEKH Ahmad Khatib Sambas adalah pendiri salah satu cabang dari Qadiriyyah dan Naqsybandiyyah yang merupakan perpaduan kedua tarekat yakni Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah. Tarekat ini menjadi tarekat yang mandiri dan pengaruhnya tersebar ke hampir seluruh kawasan Asia Tenggara dan sebagian kawasan India dan Asia Tengah. Perkembangan tarekat ini, pengaruhnya sangat luas di Indonesia. Meskipun tarekat ini adalah bentuk baru, namun sang pendirinya dan pengikutnya tidak menyebutnya sebagai Tarekat Sambasiyyah, melainkan tetap mempertahankan nama dua tarekat induknya sebagai penghormatan kepada kedua wali agung itu.
Syekh Ahmad Khatib (Foto: istimewa)
Syekh Ahmad Khatib juga dikenal sebaga cendekiawan ulung terutama di bidang ilmu agama, seperti quran, hadits, fiqih, kalam dan tentu saja, tasawuf. Walau amat terkenal, namun tidak banyak yang diketahui tentang ulama tersohor ini. Beliau lahir di Sambas, Kalimantan Barat, pada 1805 M (1217 H). Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar, beliau pergi ke Makkah pada umur 19 tahun untuk memperdalam ilmu dan menetap di sana hingga akhir hayatnya, yakni saat beliau wafat pada 1872 M (1289 H).
Di antara para gurunya adalah Syekh Daud ibn Abd Allah ibn Idris al-Fatani, seorang alim besar dan mursyid tarekat Syattariyah. Syekh al-Fatani inilah yang memperkenalkan Syekh Ahmad Khatib kepada Syekh Syams al-Din, seorang mursyid dari Tarekat Qadiriyyah. Peristiwa agak aneh dan menimbulkan tanda tanya, yakni mengapa Syekh Ahmad Khatib Sambas tidak ikut pada tarekat guru pertamanya itu, padahal pada waktu itu Tarekat Syattariyyah bisa dikatakan cukup dominan dalam penyebarannya hingga akhir abad 19.
Syekh Syams al-Din ini amat mempengaruhi kehidupan Syekh Ahmad Khatib Sambas, dan Syekh Ahmad Khatib menjadi muridnya yang terbaik. Kelak Syekh Ahmad Khatib inilah yang menggantikan posisi gurunya sebagai mursyid Tarekat Qadiriyyah. Tetapi tidak diketahui dengan pasti dari siapa Syekh Ahmad Khatib Sambas menerima ijazah Tarekat Naqsyabandiyyah. Guru-guru lainnya di antaranya adalah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (mursyid Tarekat Sammaniyah), Syekh Bisyri al-Jabarti, Sayyid Ahmad al-Marzuqi, Sayyid Abd Allah ibn Muhammad al-Mirghani dan Utsman ibn Hasan al-Dimyati.
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah mursyid dari dua tarekat, meskipun kemudian dia tidak mengajarkannya secara terpisah, melainkan dikombinasikan. Kombinasi ini bisa dianggap sebagai bentuk tarekat baru yang berbeda dari dua tarekat sumbernya. Karenanya di Indonesia beliau dikenal sebagai pendiri Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Penyebaran tarekat ini juga dibantu oleh tersebar luasnya kitab karangan beliau, Fath al-Arifin, salah satu karya paling populer untuk praktik sufi di dunia Melayu. Kitab ini menjelaskan unsur-unsur dasar ajaran sufi, seperti baiat, zikir, muraqabah, silsilah (mata rantai spiritual) Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Semasa hidupnya Syekh Ahmad Khatib Sambas mengangkat banyak khalifah (wakil), namun posisi pewaris utamanya setelah beliau meninggal dipegang oleh Syekh Abdul al-Karim Banten. Selain Syekh Abdul Karim, dua wakil penting lainnya adalah Syekh Thalhah Kalisapu Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah Ibn Muhammad Madura. Pada awalnya semuanya mengakui otoritas Syekh Abdul Karim, namun setelah Syekh Abdul Karim meninggal, tidak ada lagi kepemimpinan pusat, dan karenanya TQN menjadi terbagi dengan otoritas sendiri-sendiri.
Syekh Thalhah mengembangkan kemursyidan sendiri di Jawa Barat. Penerusnya yang paling penting adalah Syekh Abdullah Mubarrok ibn Nur Muhammad atau ‘Abah Sepuh’ dari Suryalaya dan putranya yang kharismatik Syekh Ahmad Shohibul Wafar Taj al-Arifin. Khalifah lain di Jawa Barat adalah Kyai Falak, yang juga berasal dari Banten, yang mengembangkan TQN di daerah Pagentongan, Bogor Jawa Barat.(fed/dikutip dari berbagai sumber)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 9 September 2012
Syekh Ahmad Khatib (Foto: istimewa)
Syekh Ahmad Khatib juga dikenal sebaga cendekiawan ulung terutama di bidang ilmu agama, seperti quran, hadits, fiqih, kalam dan tentu saja, tasawuf. Walau amat terkenal, namun tidak banyak yang diketahui tentang ulama tersohor ini. Beliau lahir di Sambas, Kalimantan Barat, pada 1805 M (1217 H). Setelah menyelesaikan pendidikan agama tingkat dasar, beliau pergi ke Makkah pada umur 19 tahun untuk memperdalam ilmu dan menetap di sana hingga akhir hayatnya, yakni saat beliau wafat pada 1872 M (1289 H).
Di antara para gurunya adalah Syekh Daud ibn Abd Allah ibn Idris al-Fatani, seorang alim besar dan mursyid tarekat Syattariyah. Syekh al-Fatani inilah yang memperkenalkan Syekh Ahmad Khatib kepada Syekh Syams al-Din, seorang mursyid dari Tarekat Qadiriyyah. Peristiwa agak aneh dan menimbulkan tanda tanya, yakni mengapa Syekh Ahmad Khatib Sambas tidak ikut pada tarekat guru pertamanya itu, padahal pada waktu itu Tarekat Syattariyyah bisa dikatakan cukup dominan dalam penyebarannya hingga akhir abad 19.
Syekh Syams al-Din ini amat mempengaruhi kehidupan Syekh Ahmad Khatib Sambas, dan Syekh Ahmad Khatib menjadi muridnya yang terbaik. Kelak Syekh Ahmad Khatib inilah yang menggantikan posisi gurunya sebagai mursyid Tarekat Qadiriyyah. Tetapi tidak diketahui dengan pasti dari siapa Syekh Ahmad Khatib Sambas menerima ijazah Tarekat Naqsyabandiyyah. Guru-guru lainnya di antaranya adalah Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (mursyid Tarekat Sammaniyah), Syekh Bisyri al-Jabarti, Sayyid Ahmad al-Marzuqi, Sayyid Abd Allah ibn Muhammad al-Mirghani dan Utsman ibn Hasan al-Dimyati.
Syekh Ahmad Khatib Sambas adalah mursyid dari dua tarekat, meskipun kemudian dia tidak mengajarkannya secara terpisah, melainkan dikombinasikan. Kombinasi ini bisa dianggap sebagai bentuk tarekat baru yang berbeda dari dua tarekat sumbernya. Karenanya di Indonesia beliau dikenal sebagai pendiri Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Penyebaran tarekat ini juga dibantu oleh tersebar luasnya kitab karangan beliau, Fath al-Arifin, salah satu karya paling populer untuk praktik sufi di dunia Melayu. Kitab ini menjelaskan unsur-unsur dasar ajaran sufi, seperti baiat, zikir, muraqabah, silsilah (mata rantai spiritual) Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.
Semasa hidupnya Syekh Ahmad Khatib Sambas mengangkat banyak khalifah (wakil), namun posisi pewaris utamanya setelah beliau meninggal dipegang oleh Syekh Abdul al-Karim Banten. Selain Syekh Abdul Karim, dua wakil penting lainnya adalah Syekh Thalhah Kalisapu Cirebon, dan Syekh Ahmad Hasbullah Ibn Muhammad Madura. Pada awalnya semuanya mengakui otoritas Syekh Abdul Karim, namun setelah Syekh Abdul Karim meninggal, tidak ada lagi kepemimpinan pusat, dan karenanya TQN menjadi terbagi dengan otoritas sendiri-sendiri.
Syekh Thalhah mengembangkan kemursyidan sendiri di Jawa Barat. Penerusnya yang paling penting adalah Syekh Abdullah Mubarrok ibn Nur Muhammad atau ‘Abah Sepuh’ dari Suryalaya dan putranya yang kharismatik Syekh Ahmad Shohibul Wafar Taj al-Arifin. Khalifah lain di Jawa Barat adalah Kyai Falak, yang juga berasal dari Banten, yang mengembangkan TQN di daerah Pagentongan, Bogor Jawa Barat.(fed/dikutip dari berbagai sumber)
Sumber: Riau Pos, Minggu, 9 September 2012
No comments:
Post a Comment