Sunday, September 02, 2012

Alquran dalam Cerapan Penyair

-- Iwan Nurdaya-Djafar

TULISAN ini ingin melihat seperti apakah Kitab Suci Alquran di dalam pencerapan penyair?

Abdullah Yusuf Ali, penerjemah Alquran asal India yang juga dikenal sebagai penyair senegeri dan seangkatan penyiar muslim ternama Muhammad Iqbal menggubah puisi berbahasa Inggris sebagai kata pendahuluan untuk terjemahan Alqurannya tersebut. Tak kepalang tanggung, puisi tersebut sepanjang 41 bait dengan jumlah 429 larik. Kita kutip bait pamungkasnya yang berbunyi: Pesan ini datang sebagai wahyu/Kepada Muhammad sebagai kebutuhan yang muncul/Pada kesempatan-kesempatan berbeda dan tempat-tempat berbeda: Dia menuturkan mereka, dan mereka dicatat/Dengan Pena: mereka tanamkan pada hati dan pikirannya, dan pada ingatan/Murid-murid tercintanya: sebagai himpunan Kitab Suci yang tumbuh/Ditata untuk kegunaan salat dan bacaan umat:/Inilah Kitab itu, atau Bacaan itu, atau Alquran itu.

Penyair Safi Ar Rahman melalui puisi berjudul This Book (Kitab Ini) mencerap Alquran sebagai dinamit, pedoman, kunci, dan mukjizat sekaligus. Mari kita baca dalam terjemahan Indonesianya: Kitab ini adalah Dinamit/Akan dia ledakkan pesimisme, kebosanan, frustrasi, dan derita nan kelewatan//Kitab ini adalah Pedoman/Akan dia tuntun engkau memasuki dunia baru nan memuaskan serta hidup bahagia//Kitab ini adalah Kunci/Akan dia buka pintu tuk kembangkan bakat tersembunyimu nan luarbiasa//Kitab ini adalah Mukjizat/Akan dia bebaskan engkau dari rasa takut, memperbarui rasa percaya dirimu dan memberimu keberanian dan harapan//Kitab ini adalah Al-Quran Mulia, Firman Allah.

Seuntai puisi dalam bahasa Inggris bertitel The Miracle,The Qur'an (Sang Mukjizat, Alquran) yang digubah penyair anonim, mencerap Alquran sebagai mukjizat. Sejatinya, Alquran memanglah mukjizat terbesar bagi umat manusia yang disampaikan melalui Nabi Muhammad 'alayhi al-shalatu wa al-salamu (selawat dan salam untuknya).

Sang penyair juga menjelaskan bahwa Alquran yang berarti "membaca dengan keras" terdiri atas 92 surat yang diwahyukan di Makah, dan 22 di Madinah, lebih dari 6.000 ayat dan 77 ribu kata yang terangkum dalam 114 jus, diwahyukan selama 23 tahun lebih. Diingatkan pula bahwa dalamnya terdapat 14 surah Sajadah dan karenanya 14 kali engkau mesti bersujud selagi membacanya. Kitab Suci Alquran itu, ujar penyair, dikirim dari Allah swt. kepada malaikat dan lalu kepada seorang manusia bernama Muhammad yang merupakan ciptaan terbaik (uswatun hasanah). "Dan kita bangga menjadi bagian umatnya/Dia memberi kita pesan dan itu adalah Islam," tandas penyair. Diingatkan pula bahwa kita mesti membacanya dengan rasa bangga, takzim, tanpa gangguan dan tanpa tawa. Dalam kitab ini 25 Nabi disebutkan namanya, yang datang pada masa berbeda tapi pesannya sama jua.

Puisi diafan itu selengkapnya berbunyi: Saudara-saudariku, tingkatkan imanmu/Bacalah sang mukjizat, bacalah Alquran/Inilah fakta bagi insan yang lebih tekun/92 surah diwahyukan di Makkah, 22 di Madinah/Bacalah dia setiap hari dan bacalah dengan kebanggaan//Kata Quran berarti membaca dengan keras/Bacalah kitab dari Tuhan semesta alam/Lebih dari 6.000 ayat dan 77.000 kata/Bacalah dengan takzim, tanpa gangguan, tanpa tawa/Dari Al-Fatihah sampai An-Naas./Semuanya 114 juz/Dan di dalamnya 14 kali kau mesti bersujud/Dan mengucapkan Allahu Akbar, berarti Allah mahabesar/Dalam kitab ini, 25 nabi disebutkan namanya/Yang datang pada masa berbeda namun pesannya sama jua/Mukjizat ini diwahyukan selama 23 tahun lebih/Dikirim dari Allah swt kepada malaikat dan lalu kepada seorang manusia/Insan itu adalah Muhammad, ciptaan terbaik/Dan kita bangga menjadi bagian umatnya/Dia memberi kita pesan dan itu adalah Islam/Maka bacalah mukjizat ini, bacalah Alquran.

Seorang penyair anonim lain menggubah puisi bertajuk O Precious The Quran (Duhai Al-Quran Mulia) yang mencerap Alquran sebagai kunci kehidupan, penghibur, pemandu dan penjaga manusia. Mari kita baca dalam terjemahan Indonesia: Duhai Al-Quran nan mulia, kitab ilahi/Bersama kunci kehidupan, engkau milikku/Kini kutahu dari mana kuberasal/Selamatkan diriku dari derita batinku/Hibur aku dalam kesukaran nan buruk/Bersama kelembutan firman Allah/Semoga kaujaga diriku di dalam keimananku/Sampai mati pun kan kupeluk/Dikaulah yang memandu dan menjaga/Sehingga bisa kuterima anugerah nan kaya/Bimbinglah diriku dengan selamat selalu/Jagalah diriku dari hal-ihwal yang tiada kuketahui.

Bersama segenap fungsinya yang sungguh bernilai itu, niscaya Alquran amat berguna bagi kehidupan manusia. Namun, bagaimanakah manusia memperlakukannya? Seorang penyair anonim melalui puisinya berjudul Lament of The Quran (Ratapan Al-Quran) menyodokkan sindiran keras berikut ini: Mereka menganggapku sebagai hiasan/Namun mereka menjagaku dan adakalanya menciumku/Pada perayaan mereka, mereka membacaku/Di dalam perselisihan mereka bersumpah demi diriku/Di atas rak mereka menjagaku dengan aman/Sampai perayaan atau perselisihan yang lain, saat mereka membutuhkanku//Ya, mereka membaca dan menghafalku/Namun aku sekadar hiasan belaka/Pesanku terabaikan, kandunganku tak tersentuh/Tempat keagungan sejati pernah bersemi, menjelma lahan gundul kini//Yang kuterima adalah perlakuan keliru/Begitu banyak yang telah kuberi/Tapi tiada seorang pun menikmati.

Seraya mengapresiasi puisi-puisi bertema Alquran tadi, kiranya kita bisa menggugah kembali kesadaran kita sekaligus sedia belajar dari kesalahan kita selama ini di dalam memperlakukan kitab Suci Alquran. Camkan! n

Iwan Nurdaya-Djafar, budayawan

Sumber: Lampung Post, Minggu, 2 September 2012
 

No comments: