-- Dantje S Moeis
ORIGINALITAS bukanlah tujuan pencapaian dari sebuah karya seni (rupa) dan diyakini menjadi sesuatu yang mustahil, kecuali apabila kata ‘original’ (diberi tanda petik) yang mempunyai arti khusus atau mendapat perluasan makna pada wilayah tertentu (dalam konteks ini: karya seni rupa). Lebih pas rasanya apabila pencapaian yang dituju dari sebuah karya seni rupa adalah ‘karya yang berpenampilan beda dari karya lainnya’ dan tentu saja pencapaian-pencapaian lainnya. Ukuran standar yang disebut ‘tampil beda’ tampaknya dapat dicapai dari pembentangan karya seni rupa yang ditaja oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau (Taman Budaya Provinsi Riau) 10-13 September 2012 di gedung serbaguna Taman Budaya Provinsi Riau, Pekanbaru.
Pameran yang terlihat bersifat non-tematik, adalah sebuah langkah positif yang dapat diartikan sebagai upaya memperkecil ruang intervensi konsep pemikiran, memperkaya khasanah keberagaman yang lebih memungkinkan pemunculan karya-karya bentuk baru. Karena idealnya bahwa kesatuan kehendak, pikiran dan perasaan, semua berkontribusi melalui praktik seni yang bersifat individualistik dan menjadikan ruang pameran memunculkan ‘sosok aku sebagai kreator’. Membangun ruang proses komunikasi, proses penciptaan serta ruang ‘pembaharu’ yang berjuang melawan ‘realitas negatif’ dan ‘rutinitas’.
Upaya menolak rutinitas dan menunjukkan kreatifitas dari berbagai aspek, baik teknis, penggunaan bahan maupun penuangan gagasan yang terinspirasi dari persoalan sosial memperlihatkan langkah maju.
Emmy Kadir, sosok satu-satunya perupa perempuan (alumnus ISI Jogjakarta) yang menghadirkan karya-karyanya pada pameran ini, memperlihatkan kemampuan teknik yang menonjol dengan penggarapan detail dan ruang secara maksimal, bermuara pada hasil yang sangat estetis. Begitu juga yang terlihat pada karya M Yusuf AS (alumnus ISI Jogjakarta). Yusuf yang tetap bertahan pada karya-karya kaligrafi huruf Arab, menampilkan karya berbahan temuannya (tapas kelapa) yang diupayakan tampil natural dengan sapuan tipis sentuhan pewarnaan.
Penonjolan problematika sosial yang diangkat ke bidang kanvas dengan garapan sempurna juga terlihat pada pameran kali ini. Khalil Zuhdi yang mengangkat persoalan eksploitasi anak, Rusli pada persoalan pelabuhan.
Kemampuan penggarapan secara naturalis dan realis dan bentuk-bentuk lain, juga terlihat pada perupa-perupa yang sudah cukup matang seperti pada karya Refnaldi, Amlie, Kodri johan, Yudi YS, Asril Af, Darmansyah, Baem, Romy Putra dan beberapa karya perupa lainnya, yang tak dapat disebutkan pada tulisan ini karena ketiadaan label data karya dan perupanya.
Catatan kecil sebagai pengingat bagi pihak penyelenggara, agar ke depan dapat tercapai sebuah pameran yang sempurna. Hal-hal yang paling kentara untuk diperbaiki adalah informasi yang lengkap seperti data karya dan perupanya (label), yang lazim melekat sebagai pengenalan awal dari perupa dan karya terpamer yang pada pameran ini tidak dipenuhi secara keseluruhan. Hal lain seperti katalogus sebagai informasi lanjutan juga belum tersedia dan hal-hal kecil lainnya yang berpengaruh yang menujukkan kualitas sebuah pameran. Terlepas dari semua kekurangan, sebuah upaya untuk mengembalikan porsi Taman Budaya seperti konsep masa lalu, sebagai ruang tempat berkreatifitas seniman dari segala bentuk percabangan seni, terlihat menuju titik pencerahan dan semoga dapat berkelanjutan. Tahniah kepada kepala Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau, Kepala Taman Budaya Riau serta seluruh panitia penyelenggara ‘’Pameran Seni Rupa se-Riau’’ yang telah membangkitkan kembali semangat untuk terus kreatif dan memposisikan kembali karya-karya perupa Riau, sejajar dengan karya-karya dari kawasan lain di negeri ini. n
Dantje S Moeis, Lahir di Rengat Indragiri Hulu Riau, adalah pekerja seni, redaktur majalah budaya Sagang, dosen Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) Pekanbaru.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 16 September 2012
ORIGINALITAS bukanlah tujuan pencapaian dari sebuah karya seni (rupa) dan diyakini menjadi sesuatu yang mustahil, kecuali apabila kata ‘original’ (diberi tanda petik) yang mempunyai arti khusus atau mendapat perluasan makna pada wilayah tertentu (dalam konteks ini: karya seni rupa). Lebih pas rasanya apabila pencapaian yang dituju dari sebuah karya seni rupa adalah ‘karya yang berpenampilan beda dari karya lainnya’ dan tentu saja pencapaian-pencapaian lainnya. Ukuran standar yang disebut ‘tampil beda’ tampaknya dapat dicapai dari pembentangan karya seni rupa yang ditaja oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Riau (Taman Budaya Provinsi Riau) 10-13 September 2012 di gedung serbaguna Taman Budaya Provinsi Riau, Pekanbaru.
Pameran yang terlihat bersifat non-tematik, adalah sebuah langkah positif yang dapat diartikan sebagai upaya memperkecil ruang intervensi konsep pemikiran, memperkaya khasanah keberagaman yang lebih memungkinkan pemunculan karya-karya bentuk baru. Karena idealnya bahwa kesatuan kehendak, pikiran dan perasaan, semua berkontribusi melalui praktik seni yang bersifat individualistik dan menjadikan ruang pameran memunculkan ‘sosok aku sebagai kreator’. Membangun ruang proses komunikasi, proses penciptaan serta ruang ‘pembaharu’ yang berjuang melawan ‘realitas negatif’ dan ‘rutinitas’.
Upaya menolak rutinitas dan menunjukkan kreatifitas dari berbagai aspek, baik teknis, penggunaan bahan maupun penuangan gagasan yang terinspirasi dari persoalan sosial memperlihatkan langkah maju.
Emmy Kadir, sosok satu-satunya perupa perempuan (alumnus ISI Jogjakarta) yang menghadirkan karya-karyanya pada pameran ini, memperlihatkan kemampuan teknik yang menonjol dengan penggarapan detail dan ruang secara maksimal, bermuara pada hasil yang sangat estetis. Begitu juga yang terlihat pada karya M Yusuf AS (alumnus ISI Jogjakarta). Yusuf yang tetap bertahan pada karya-karya kaligrafi huruf Arab, menampilkan karya berbahan temuannya (tapas kelapa) yang diupayakan tampil natural dengan sapuan tipis sentuhan pewarnaan.
Penonjolan problematika sosial yang diangkat ke bidang kanvas dengan garapan sempurna juga terlihat pada pameran kali ini. Khalil Zuhdi yang mengangkat persoalan eksploitasi anak, Rusli pada persoalan pelabuhan.
Kemampuan penggarapan secara naturalis dan realis dan bentuk-bentuk lain, juga terlihat pada perupa-perupa yang sudah cukup matang seperti pada karya Refnaldi, Amlie, Kodri johan, Yudi YS, Asril Af, Darmansyah, Baem, Romy Putra dan beberapa karya perupa lainnya, yang tak dapat disebutkan pada tulisan ini karena ketiadaan label data karya dan perupanya.
Catatan kecil sebagai pengingat bagi pihak penyelenggara, agar ke depan dapat tercapai sebuah pameran yang sempurna. Hal-hal yang paling kentara untuk diperbaiki adalah informasi yang lengkap seperti data karya dan perupanya (label), yang lazim melekat sebagai pengenalan awal dari perupa dan karya terpamer yang pada pameran ini tidak dipenuhi secara keseluruhan. Hal lain seperti katalogus sebagai informasi lanjutan juga belum tersedia dan hal-hal kecil lainnya yang berpengaruh yang menujukkan kualitas sebuah pameran. Terlepas dari semua kekurangan, sebuah upaya untuk mengembalikan porsi Taman Budaya seperti konsep masa lalu, sebagai ruang tempat berkreatifitas seniman dari segala bentuk percabangan seni, terlihat menuju titik pencerahan dan semoga dapat berkelanjutan. Tahniah kepada kepala Dinas Kebudayaan Kesenian dan Pariwisata Provinsi Riau, Kepala Taman Budaya Riau serta seluruh panitia penyelenggara ‘’Pameran Seni Rupa se-Riau’’ yang telah membangkitkan kembali semangat untuk terus kreatif dan memposisikan kembali karya-karya perupa Riau, sejajar dengan karya-karya dari kawasan lain di negeri ini. n
Dantje S Moeis, Lahir di Rengat Indragiri Hulu Riau, adalah pekerja seni, redaktur majalah budaya Sagang, dosen Sekolah Tinggi Seni Riau (STSR) Pekanbaru.
Sumber: Riau Pos, Minggu, 16 September 2012
No comments:
Post a Comment