YOGYAKARTA, KOMPAS - Tingginya angka ketidaklulusan siswa SMA/SMK/MA dalam Ujian Nasional 2010 mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan konsekuensi positif dari pengembangan kurikulum satuan tingkat pendidikan. Kurikulum ini menuntut pengembangan kemahiran berbahasa Indonesia daripada pegetahuan berbahasa.
Guru Besar Linguistik Universitas Katolik Atmajaya Jakarta Bambang Kaswanti Purwo mengatakan, dari 50 soal pilihan ganda SMA, 35 di antaranya diawali dengan teks, yaitu paragraf, diagram, puisi, dan percakapan. Sejumlah 27 teks—lebih dari setengahnya—dibuat untuk satu soal. ”Model soal ini sudah bagus karena bahasa bukan hafalan, melainkan mengembangkan keterampilan berbahasa,” kata Bambang dalam diskusi ”Ujian Nasional Bahasa Indonesia Kini dan Akan Datang” di Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu (7/8).
Ia mengatakan, Kurikulum 1975 lebih menekankan pengetahuan berbahasa sehingga siswa bisa menghafal materi pelajaran.
Soal jenis bacaan, menuntut siswa berkemampuan baca cepat. ”Siswa punya 2,2 menit per soal, betapa ngos-ngosannya karena ada 27 teks,” ujarnya.
Maria Widiani, Kepala SubDirektorat Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional, mengatakan, siswa yang tak lulus Bahasa Indonesia sebanyak 154.000 orang.
Ada anggapan di kalangan siswa, Bahasa Indonesia tak perlu dipelajari karena tanpa belajar pun dapat berbahasa Indonesia. ”Akibatnya, siswa menjadi malas atau segan belajar,” katanya.
(RWN)
Sumber: Kompas, Senin, 9 Agustus 2010
No comments:
Post a Comment