Jakarta, Kompas - Banyaknya siswa yang tidak lulus ujian nasional dan harus mengulang mata pelajaran Bahasa Indonesia membuktikan siswa kesulitan memahami bahasa Indonesia sebagai bahasa tulisan. Meski bahasa Indonesia merupakan bahasa ibu, penggunaannya masih sebatas bahasa tutur.
Ahli tipologi linguistik yang juga Direktur Departemen Linguistik dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology Leipzig, Bernard Comrie, menekankan, bahasa baku jelas sangat berbeda dengan bahasa tutur. Kegagalan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia semata-mata karena siswa baru menerima pengajaran bahasa baku atau bahasa tulisan di sekolah.
”Di sekolah baru diajarkan bahasa baku yang bisa dimengerti oleh semua orang di berbagai daerah,” kata Comrie seusai memperoleh gelar doctor honoris causa (HC) dari Universitas Katolik (Unika) Atma Jaya, Jakarta, Senin (31/5).
Ketua Masyarakat Linguistik Indonesia yang juga promotor Comrie, Bambang Kaswanti Purwo, mengatakan, masyarakat tidak menyadari bahwa sebagian besar anak Indonesia tidak fasih berbicara bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahkan, hanya 12 persen anak Indonesia yang fasih menggunakan bahasa Indonesia dengan benar. ”Ini masalah yang besar,” ujarnya.
Selain dari Unika Atmajaya, Comrie sebelumnya memperoleh gelar doktor HC dari La Trobe University, Australia (2004), dan Uppsala University, Swedia (2010). Karya terbaru Comrie, The World Atlas of Language Structures, disusun bersama M Hapelsmath, MS Dwyer, dan D Gill (2005). Karyanya tentang linguistik yang menguraikan ciri-ciri universal dan ciri-ciri khas dari sekitar 200-an bahasa di dunia, termasuk beberapa bahasa di Indonesia. (LUK)
Sumber: Kompas, Rabu, 2 Juni 2010
No comments:
Post a Comment