Jakarta, Kompas - Disemarakkan oleh penampilan pemain dan penyanyi remaja dari Orkes Keroncong Tugu, juga penyanyi senior Sundari Soekotjo, serta bintang-bintang baru pemenang lomba keroncong, seperti Ervina Semarmata dan Bagus Dewantoro, serta Tuti Maryati sebagai pembawa acara, acara mengenang Gesang berlangsung meriah di Gedung Kesenian Jakarta, Minggu (30/5) malam.
Acara mengenang Gesang diselenggarakan oleh Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (Hamkri) di Gedung Kesenian Jakarta, Minggu (30/5) malam. Pada acara itu tampil sejumlah artis keroncong, seperti Sundari Soekotjo dan kalangan remaja yang mulai mencintai keroncong. (KOMPAS/NINOK LEKSONO)
Dalam suasana itu, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Artis Musik Keroncong Indonesia (Hamkri) Iwan Kresna Setiadi menyatakan optimismenya, musik keroncong akan tetap lestari meskipun sejumlah kalangan menyatakan kekhawatiran, musik yang disebut punya akar dari musik Portugis ini kini surut di tengah maraknya musik pop.
Iwan menambahkan, Hamkri kini telah meluncurkan program seperti Keroncong Goes to School—seperti dilakukan di Sekolah Pilar di kawasan Cibubur—yang ditujukan untuk menumbuhkan minat di kalangan generasi muda terhadap musik keroncong. Bukti lain adanya minat anak-anak terhadap keroncong juga diperlihatkan oleh tampilnya penyanyi cilik Juliette Angela (8) bersama teman-temannya yang dari kalangan remaja yang membentuk Keroncong Tugu Junior.
Iwan juga menjelaskan bahwa dewasa ini, selain keroncong asli yang banyak diasosiasikan dengan orangtua, juga ada keroncong kreasi dan keroncong inkulturasi yang mengakomodasi gaya baru dan jenis musik lainnya.
Beragam bahasa
Melalui berbagai program itu lah Iwan dan pencinta keroncong yang hadir malam itu—antara lain ekonom Sri Edi Swasono— menyuarakan optimisme bahwa keroncong bisa menjadi musik nasional dan tuan rumah di negeri Indonesia.
Sejumlah 44 lagu ciptaan Gesang dinyanyikan oleh para artis dari beragam generasi. Mahakarya Gesang ”Bengawan Solo” yang malam itu dinyanyikan oleh Sundari Soekotjo diketahui telah banyak dinyanyikan di sejumlah negara dengan bahasa masing-masing. Sambil menceritakan itu, Tuti Maryati mendemokan bagaimana ”Bengawan Solo” bila dinyanyikan dalam bahasa—dan cengkok—lain, seperti dalam bahasa Belanda, Jepang, dan Sunda. (nin)
Sumber: Kompas, Selasa, 1 Juni 2010
No comments:
Post a Comment