Surabaya, Kompas - Surabaya berkembang menjadi kota dagang dan industri. Perkembangan membawa ekses terutama pada tertinggalnya kaum marjinal dari kemakmuran. Perkembangan Surabaya mulai dari wilayah yang asri menjadi kota dagang ditampilkan kuat dalam antologi puisi karya F Aziz Manna, ”Siti Surabaya dan Kisah Para Pendatang”.
Direktur Magister Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya Diah Ariani Arimbi dalam bedah buku di Fakultas Ilmu Budaya Unair, Rabu (19/1), menjelaskan, Siti menunjukkan makna perempuan atau tanah. Selain sebagai perempuan, untuk Surabaya sebelum tahun 1930, Aziz menampilkan tanah dan alam yang indah dan asri.
Novelis dan akademisi sastra Soe Tjen Marching menambahkan, puisi-puisi Aziz menampilkan Surabaya baik dari kacamata warganya maupun orang luar Surabaya. Tidak hanya nama-nama tempat di Surabaya yang menunjukkan kesurabayaan, unsur lain seperti dolanan anak dan umpatan (pisuhan) mewarnai puisi-puisi Aziz.
Aziz, yang lulusan Jurusan Sejarah Unair, mengatakan, Surabaya seperti peta yang menghapus garis-garisnya sendiri. Rencana tata ruang dan wilayahsudah dibuat, tetapi akhirnya dilanggar.
Bedah buku yang dikemas Surabaya Culture Exhibition 2011 ini diselenggarakan atas kerja sama Program Magister Kajian Sastra dan Budaya FIB Unair, Forum Studi Sastra dan Seni Luar Pagar, serta Komunitas Teater Gapus.
Sebelum bedah buku, dipentaskan teater ”Gladi Resik” dari Komunitas Teater Gapus dengan sutradara Dheny Jatmiko. Selain itu, dilantunkan jula-juli yang disadur dari puisi Aziz yang berjudul ”Semakin”. Pementasan ini juga akan diselenggarakan pada Februari 2011 di Malang, Madura, Yogyakarta, dan Bandung. (INA)
Sumber: Kompas, Kamis, 20 Januari 2011
No comments:
Post a Comment