TULISLAH "organ tunggal" di mesin pencari Google.Kita akan temukan berbagai laman tentang organ tunggal. Mulai dari artikel, blog berbagai grup organ tunggal yang menyediakan jasa pertunjukan, lowongan kerja untuk menjadi penyanyi organ tunggal, sejumlah orang yang menawarkan jasa pada grup organ tunggal yang memerlukan gitaris, pemain kendang, atau tulisan tentang berbagai jenis dan merek organ tunggal, hingga video-video grup organ tunggal yang menawarkan diri untuk diunduh secara gratis. Yang terakhir ini menarik karena berbagai video itu ditandai judul yang "provokatif. Sebutlah, "Dangdut Hot Abg", "Goyang Lina Geboy", atau "Goyang Seksi Sinar Rembulan".
Membaca judul video semacam itu, sangat sulit menolak asumsi bahwa dangdut organ tunggal selalu erat kaitannya dengan gerak-gerak erotis. Demikian pula dengan pakaian penyanyinya, asumsi ini pun lantas berkembang bahwa organ tunggal tak ada bedanya dengan gaya seronok para penyanyi di panggung-panggung dangdut, seperti banyak ditemukan dalam VCD di kaki lima. Bahkan, dengan ruangnya yang lebih terbatas di tengah pesta pernikahan, goyang seorang penyanyi organ tunggal terasa lebih "berbahaya". Apalagi orang-orang yang hadir bukanlah mereka yang sengaja datang nonton organ tunggal.
Oleh karena itulah, ketika mengadakan pesta pernikahan putrinya, Ariffin (56) ketua RW di kompleks perumahan, lebih memilih organ tunggal yang bukan dangdut, tetapi lagu-lagu pop Sunda. Kostum penyanyinya pun relatif tidak "menggelisahkan".
"Meski dapat protes dari para tukang ojek dan terus terang saya juga suka, tetapi saya kan harus mempertimbangkan banyak hal. Termasuk besan yang belum tentu satu selera dengan saya," ujar Ariffin lalu tertawa.
Ruang tampaknya memang menjadi sesuatu yang dipertimbangkan. Termasuk para undangan yang tidak semua merupakan orang dewasa. Tentu saja, bukanlah tempatnya dalam suasana seperti itu orang berdebat ihwal batasan-batasan erotisme atau apalagi kebebasan berekspresi. Dalam suasana semacam itu sebenarnya sangatlah dibutuhkan "pengertian" dan profesionalisme para penyanyi dan pengelola grup organ tunggal.
"Bagi saya, penyanyi kami harus profesional, dalam pengertian ia mesti tahu bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan penonton. Termasuk aturan yang saya arahkan dalam performans, goyang, mau pun kostumnya," ujar Aas Kadarsyah pengelola Megalia Big Band, grup organ tunggal di kawasan Rancaekek Bandung.
Menurut lelaki yang telah sepuluh tahun mengelola grup organ tunggal ini, batasan kostum yang dimaksudnya adalah tidak terlampau ketat. Demikian pula dengan performans penyanyi yang tidak harus memutar-mutar pinggul sehingga terkesan menjadi erotis.
"Apalagi jika dalam pesta kawinan itu ada undangan resmi atau orang yang dihormati oleh tuan rumah. Saya pun selalu terbuka dengan saran-saran tuan rumah sebagai klien saya," ujar Aas, seraya menambahkan bahwa batasan-batasan itu tidaklah lantas akan mengurangi sifatnya sebagai sebuah pertunjukan dangdut yang selalu dikonotasikan dengan goyang-goyang erotis. (Ahda Imran)
Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 9 Januari 2011
No comments:
Post a Comment