DIPLOMASI budaya yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) di berbagai negara, tampaknya sudah mulai harus memikirkan berbagai inovasi kebijakan. Lebih dari sekadar membawa rombongan misi kesenian ke berbagai negara, diplomasi budaya juga menghendaki kebijakan yang lebih permanen demi memperkenalkan khazanah seni tradisi Indonesia. Inovasi kebijakan inilah yang semestinya dilakukan oleh Kementerian Luar RI, sehingga keberadaan berbagai kedutaan besar RI di berbagai negara, bisa menjadi pengenalan awal masyarakat negara tersebut pada seni tradisi Indonesia. Pada konteks keperluan inilah, para seniman bisa menjadi mesin diplomasi yang ampuh.
Misi-misi kesenian ke berbagai negara tentu saja penting sebagai strategi diplomasi atau promosi budaya. Akan tetapi, inovasi kebijakan yang lebih permanen juga tak kalah pentingnya. Kebijakan dimaksud adalah melengkapi sumber daya manusia (SDM) di berbagai kedutaan besar RI dengan mereka yang memiliki skill seni budaya tradisi. Terutama seniman atau alumni-alumni perguruan tinggi seni.
Demikian terungkap pada pertemuan antara jajaran staf pengajar STSI Bandung dan Yuli Mumpuni Widarso Duta Besar (Dubes RI) di Alger, STSI Bandung, 17 Januari 2011. Kunjungan dan pertemuan itu mencoba menelaah sejumlah kemungkinan dalam konteks diplomasi budaya, yang mengorelasikan kebijakan Kementerian Luar Negeri dan perguruan tinggi seni.
Dalam pandangan Yuli Mumpuni Widarso, di tengah era dan dinamika yang penuh perkembangan ini, diplomasi budaya merupakan satu keniscayaan yang mesti terus dipikirkan strategi kebijakannya. Informasi tentang kekayaan khazanah seni budaya tradisi yang dimiliki Indonesia, sudah tidak lagi cukup hanya dilakukan lewat rombongan berbagai misi kesenian. Diperlukan satu informasi yang lebih permanen, demi memosisikan kedutaan-kedutaan besar RI sebagai jembatan ke arah pengenalan tersebut.
"Para seniman adalah mesin diplomasi yang paling ampuh. Oleh karena itu, bagi kami keterlibatan para seniman dalam mendukung diplomasi itu sudah menjadi agenda khusus," ujar Yuli Mumpuni Widarso.
Keberadaan Direktorat Informasi Publik di sejumlah kedutaan merupakan bagian dari kebutuhan untuk menginformasikan khazanah seni budaya Indonesia. Program konkret yang pernah dilakukan oleh direktorat ini adalah memberikan bea siswa kepada mahasiswa asing, untuk belajar kesenian tradisi di sejumlah kota di Indonesia. Pada bagian lain, direktorat ini juga bisa menambah SDM-nya di sejumlah Kedutaan Besar Indonesia dengan staf lokal yang terdiri dari para seniman. Mereka bisa mendirikan sanggar seni atau memberikan lokakarya, tak hanya bagi staf kedutaan tetapi juga bagi masyarakat di negara tersebut.
"Ada banyak pertimbangan dan kemungkinan yang dilakukan Kementerian Luar Negeri, untuk bersikap proaktif demi kepentingan diplomasi budaya ini. Sekarang banyak kedubes kita yang membuka dan merekrut para seniman sebagai staf lokal," ujarnya lagi.
Dalam pandangan Yuli Mumpuni Widarso, banyak kemungkinan lain yang bisa dipertimbangkan. Termasuk kerja sama Kementerian Luar Negeri dengan perguruan-perguruan tinggi seni lewat Kementerian Pendidikan Nasional.
**
KEHADIRAN Yuli Mumpuni Widarso di STSI memunculkan ide yang menarik dalam strategi diplomasi budaya. Terutama, gagasan terlibat atau peluang bagi para alumni perguruan tinggi seni dalam strategi diplomasi budaya dimaksud. Direktur STSI Bandung Drs. Enoh, M.M., memandang strategi diplomasi budaya yang melibatkan para seniman sebagai mesin diplomasi, akan lebih bermakna pada keberadaan perguruan tinggi seni.
Dalam konteks kehadiran Yuli Mumpuni Widarso sebagai Dubes Alger, diplomasi budaya di negara-negara Maghribi, khususnya lagi Timur Tengah, memiliki pengertian yang khusus setelah selama ini fokus misi budaya lebih banyak ditujukan ke negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. "Terlebih lagi, ada benang merah antara seni budaya di negara-negara Magribi dan Timur Tengah dengan seni budaya tradisi di Indonesia, dalam hal ini yang bernapaskan Islam," katanya.
Hal yang sama juga disebutkan oleh Sistriaji, yang berharap Dubes RI di Alger bisa menjadi pionir bagi memulai kontak jaringan dengan sejumlah perguruan tinggi seni di Alger. Sekilas menggambarkan apresiasi masyarakat Alger terhadap seni, Yuli Mumpuni Widarso mengatakan tingkat apresiasi masyarakat Alger yang tinggi terhadap seni budaya. Tak hanya karya-karya klasik seperti keramik dan permadani, tetapi juga tari, lukis, film, atau berbagai seni budaya yang berada dalam tradisi Sahara.
Pada bagian lain, kehadiran Dubes RI untuk Alger dan gagasan untuk menjadikan seniman sebagai mesin diplomasi budaya, sebenarnya telah dilakukan oleh sejumlah seniman ketika mereka diundang oleh sejumlah Kedubes Indonesia. Tak hanya untuk menampilkan karya mereka tetapi juga melakukan lokakarya. Hanya, program semacam ini hendak diperluas, yaitu seniman menjadi bagian dari staf lokal di kedutaan, yang tak hanya dibatasi oleh program yang temporer.
Menurut seniman karawitan Yoyon Darsono, seniman, alumni STSI, mahasiswa, sangat berpeluang untuk ditempatkan di setiap KBRI yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Sebagai seniman sejak 1987, ia telah terlibat memberikan lokakarya seni tradisi di Kedubes RI di beberapa negara. "Hal ini berdasarkan pengalaman dan apa yang saya lihat di beberapa KBRI, ketika memberikan lokakarya di beberapa universitas di luar negeri," ujarnya.
Terakhir, Yoyon berada di Alger, Agustus-Desember 2010. Selain memberikan lokakarya ia juga menampilkan seni tradisi Indonesia di Institut National Superieur de Musique d`Algerie. (Ahda Imran)
Sumber: Khazanah, Pikiran Rakyat, Minggu, 23 Januari 2010
No comments:
Post a Comment