YOGYAKARTA, KOMPAS - Perguruan tinggi di Indonesia masih minim mengembangkan ilmu-ilmu berbasis keindonesiaan. Akibatnya, perguruan tinggi tak berdaya dan tak mampu menawarkan solusi berbagai permasalahan bangsa saat ini.
Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada Sunyoto Usman mengatakan, saat ini perguruan tinggi di Indonesia hanya menjadi konsumen dari ilmu dan metodologi yang dikembangkan Barat. ”Ilmu sosial yang diajarkan di perguruan tinggi sekarang ini sifatnya sangat instan. Tidak berangkat dari kondisi riil di Indonesia,” katanya di Yogyakarta, Jumat (21/1).
Minimnya pengembangan ilmu berbasis keindonesiaan ini, lanjut Sunyoto, membuat Indonesia mengalami stagnasi ilmu sosial. Solusi-solusi sosial yang ditawarkan perguruan tinggi tak relevan karena tak sesuai kehidupan nyata.
Hal itu membuat perguruan tinggi Indonesia hanya menjadi pasar dan konsumen dari produk pendidikan dari luar negeri. Akibatnya, perguruan tinggi Indonesia tertinggal dari perguruan tinggi asing yang telah lama mengembangkan ilmu tersebut.
Padahal, tak semua ilmu dan metodologi yang dikembangkan Barat bisa digunakan untuk melihat kondisi Indonesia. Misalnya, kandidat kepala daerah dalam teori Barat tak memasukkan ikatan primordialisme. Di Indonesia, ikatan primordial masih sangat menentukan seseorang menjadi kepala daerah.
”Masalah-masalah politik uang, kemiskinan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya di Indonesia pun tak bisa hanya dipandang dari kacamata ilmu dan metodologi Barat,” ucapnya.
Menurut Sunyoto, sejarah pembentukan Indonesia sangat berbeda dari negara-negara tempat ilmu-ilmu sosial berkembang. Indonesia terbentuk dari beragam etnis yang kemudian sepakat menjadi satu negara. Kondisi sosial dan politik di Indonesia pun menjadi sangat berbeda dari negara-negara Barat yang tak memiliki sejarah tersebut.
Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Sindung Tjahyadi mengatakan, lemahnya pengembangan ilmu juga dipicu oleh perguruan tinggi yang semakin berorientasi pada pasar.
”Hanya ilmu yang diminati masyarakat yang diperhatikan. Ilmu-ilmu yang tak diminati pasar pun akhirnya tak dikembangkan,” tuturnya. (IRE)
Sumber: Kompas, Sabtu, 22 Januari 2011
No comments:
Post a Comment