FIRMAN Budi Kurniawan, pengajar muda GIM, adalah tamu istimewa. ”Dia orang asing pertama yang mau tinggal lama di dusun ini,” ujar Saparuddin (38), Kepala Dusun Beroangin, Battutala, Malunda, Majene.
Dusun ini terletak di tengah hutan, diapit bukit-bukit. Dulu, kata Saparuddin, tidak ada orang yang berani datang ke sini. ”Ini dianggap daerah keramat dan banyak hantunya.”
Dia bercerita, penduduk Beroangin sebelumnya tinggal di Ulumanda, desa yang katanya paling ujung di Majene. ”Untuk menjual dua pikul biji cokelat saja, kami harus jalan kaki 1 hari 1 malam menembus hutan menuju Pasar Malunda.”
Tahun 1989, mereka bedol desa ke Beroangin. Di hutan yang dianggap keramat itu, mereka membuka ladang, menanam sayur, kakao, dan kemiri. ”Kami sempat kelaparan sebelum masa panen tiba,” ujar Badarawi (50).
Kini, Beroangin mulai ramai. Ada 66 keluarga tinggal di sini. Mereka hidup dari kebun kakao, kemiri, dan langsat (semacam duku) yang tumbuh subur. Namun, persoalan yang mereka hadapi masih sama: tidak ada akses listrik dan jalan mulus ke kota kecamatan. Yang ada hanya jalan setapak berbatu dan membelah rimba. Hampir mustahil melalui jalan setapak itu dengan mobil.
Selasa (18/1) malam, Arman, warga Beroangin yang baru pulang merantau dari Balikpapan, terserang malaria. Tubuhnya tergolek lemah tak berdaya. Warga berencana akan memikulnya—seperti memikul biji cokelat—ke puskesmas di kota kecamatan. Itulah satu-satunya cara yang bisa dilakukan warga untuk membawa orang yang sakit ke kota.
Pukul 03.00, teriakan keras menggema di dusun itu, ”Arman mate... Arman mate (meninggal).” Ya, nyawanya melayang tanpa sempat tersentuh tangan dokter.
Firman, si tamu asing pertama di dusun itu, jadi saksi setumpuk kesulitan hidup di daerah terpencil. ”Saya tidak mungkin lupa,” katanya.
Penggagas GIM, Anies Baswedan, mengatakan, selain mengisi kekosongan guru, program ini bermaksud memberikan pengalaman hidup kepada sarjana peserta. ”Mereka tidak akan lupa dengan kehidupan di desa meski mereka telah menjadi CEO atau menteri, sebab mereka punya akar di sana.” (BSW)
Sumber: Kompas, Minggu, 30 Januari 2011
No comments:
Post a Comment